Nugroho, bercita-cita jadi peneliti gempa dan tsunami sejak SD


Nugroho Dwi Hananto
Bandung.merdeka.com - Saat masih SD, Nugroho Dwi Hananto memiliki cita-cita yang sangat spesifik, yaitu sebagai pakar geologi kelautan. Dengan ilmu itu ia ingin meneliti gempa dan tsunami.
Cita-cita itu kesampaian. Ia bisa menamatkan S1 dan S2-nya terkait geosains kelautan di Institut Teknologi Bandung. Begitu juga S3-nya yang ia dapat di Institut de Physique du Globe de Paris, Prancis.
Kini, Nugroho Dwi Hananto, 43 tahun, menjadi satu dari sedikit pakar geologi kelautan yang dimiliki Indonesia. Saat ini ayah dua anak tersebut menjabat Kepala Subbidang Diseminasi & Kerja Sama pada Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Jika ditilik dari cita-citanya di masa kecil, terkesan agak nyeleneh dibandingkan cita-cita anak umumnya, misalnya menjadi dokter, pilot, guru. Nugroho mengakui sejak kecil ia sudah terbiasa membaca buku-buku dan menonton film-film petualangan, termasuk tentang petualangan dalam dunia laut.
Salah satu petualangan yang sangat mendorong pria kelahiran Salatiga ini untuk mencintai geologi kelautan adalah buku dan film petualangan Jean Jacques Cousteau, peneliti kelautan Prancis.
“Pengalaman penelitian Jean Jacques Cousteau dalam menguak rahasia alam di samudera-samudera di dunia menginspirasi saya untuk menjadi seorang peneliti geosains kelautan,” katanya, kepada Merdeka Bandung, Minggu (29/11).
Baginya, menjadi peneliti geosains kelautan sangat membanggakan. Ilmu geologi kelautan berupaya memahami kejadian gempa dan tsunami, dua bencana yang selalu mengintai kepulauan nusantara.
Kepulauan Indonesia sendiri berada di antara pergerakan kerak benua dan kerak samudera, yaitu kondisi alam yang di antaranya berpotensi besar menghasilkan bencana gempa dan tsunami.
Ia berharap, ilmu yang ia dalami itu bisa menyumbangkan pemikiran khususnya dalam mitigasi atau pengurangan risiko bencana. Terlebih, Indonesia merupakan negara yang dikelilingi lautan berpotensi gempa dan tsunami.
Jumlah pakar geosains kelautan sendiri masih sedikit, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. “Tidak banyak peneliti di dalam dan luar negeri yang melakukan penelitian di bidang ini,” ujarnya.
Salah satu penelitian skala besar yang diikuti pria kelahiran Salatiga ini adalah riset dengan kapal R/V Fakkor milik Scmidt Ocean Institute, Amerika Serikat, di perairan Sumatera Mei-Juni lalu.
Dalam penelitian yang diikuti pakar dari Singapura dan Prancis itu Nugroho menjadi Co Chip 2. Riset bertujuan memetakan struktur dan mekanisme gempa dan tsunami bawah laut di perairan yang sempat digoncang tsunami dahsyat (tsunami Aceh) pada 2004 lalu.
BERITA TERKAIT
Pengakuan Bharada E di Balik Perintah Tembak dari Atasan
Pengakuan Bharada E di Balik Perintah Tembak dari Atasan
5 Poin Rekomendasi Kebijakan Siap Diusulkan T20 dalam Forum G20
Alami Pengapuran Sendi Lutut? Coba Minum Susu Nutrisi
Perawatan Kulit Kian Diminati, BeautieSS Resmikan Satu Klinik Baru
Aswita Dewi Ingin Batik jadi Pakaian Kekinian
Amazit T-Rex 2 Jadi Jam Tangan Pintar Bagi Para Petualang
Aplikasi Jantungku Jadi Solusi Layanan Kesehatan Jantung, Ini 6 Fitur Unggulannya
Jejak Kopda Muslimin Sebelum Ditemukan Tewas di Rumah Orang Tua
Gleaneagles Hospital Punya Inovasi Teknologi Baru Bernama Gamma Knife
Kerry Indonesia Kembali Meraih Penghargaan HR Asia Awards 2022
Gandeng Aurel Hermansyah, CKL.LOOKS Akan Rilis Produk Eksklusif
Dukungan Orangtua Dalam Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi Pasca Pandemi
Tidak Pelit Ilmu, Hendra Hidayat Dikenal Sebagai Pionir Implan Gigi di Indonesia
Linde Indonesia Akan Pasok Gas Industri dengan Kemurnian Tinggi ke PT Freeport
KORIKA Gelar Webinar Kecerdasan Artifisial (AI) Bidang Kesehatan
Garmin Run Club Menjadi Wadah Bagi Para Pecinta Olahraga Lari
Jam Tangan Pintar yang Bisa Jadi Pilihan Para Pelari Karena Fitur Canggihnya
Alasan Mengapa Reinvestment Keuntungan Sangat Krusial Bagi Bisnis
EdenFarm Berbagi Hewan Kurban dengan Komunitas Tani di Sekitar ECF
Trademark Market Hadir Lagi, Kini Tenantnya Lebih Banyak