Dengan alat sederhana, pria ini ubah sampah plastik jadi BBM
Bandung.merdeka.com - Keberadaan sampah plastik saat ini telah menjadi kekhawatiran. Betapa tidak, dari hasil penelitian, sampah plastik membutuhkan waktu hingga 500 tahun agar bisa terurai di alam. Kondisi ini tentunya dinilai mengancam kelestarian alam.
Di sisi lain, produksi sampah plastik terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Indonesia bahkan berada di peringkat kedua dunia setelah China sebagai penghasil sampah plastik dengan jumlah 180 juta ton per tahun.
Hal itulah kemudian yang menginspirasi Dimas Bagus Wijanarko (42). Berawal dari hobinya mendaki gunung, Dimas yang juga seorang aktivis lingkungan mengaku prihatin dengan banyaknya sampah yang ditemui sepanjang jalur pendakian. Berbekal informasi dari salah seorang teman yang menyebut bahwa plastik mengandung minyak, dia kemudian mulai mencari tahu hal tersebut.
"Sampah plastik itu mengandung unsur minyak. Mulai dari solar, premium dan minyak tanah, ketika bisa mengolah dengan baik. Jadi dari beberapa artikel saya pelajari akhirnya saya menemukan mengubah sampah palstik jadi minyak. Saya bukan akademisi tetapi saya punya kemauan dan tekad serta kepedulian terhadap masalah sampah," ujar Dimas kepada wartawan di Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung, Jalan Sadang Serang, Senin (21/5).
Pria asal Surabaya ini mengaku ide untuk membuat alat pengolah sampah plastik tersebut dimulai pada tahun 2014. Dimas terinspirasi dengan teknologi pengolahan sampah dari Jepang. Dia kemudian membuat alat pembakar sampah plastik yang dibuat dari alat-alat sederhana.
"Untuk alat yang digunakan masih konvensional, bisa dibuat oleh siapapun. Asalkan mau mempelajari dan meriset, termasuk hitung-hitungan gas semua dipelajari," kata dia.
Alat pengolahan sampah plastik menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM) ini tampak sederhana. Ada alat berbentuk kotak sebagai tabung reaktor yang menjadi tempat dibakarnya sampah plastik. Sampah plastik dibakar pada suhu 400 derajat. Tabung reaktor ini kemudian tersambung dengan menggunakan pipa instalasi ke kondensor yang akan mendinginkan gas hasil pembakaran plastik. Tidak membutuhkan waktu yang lama, selama 5-10 menit tetes demi tetes minyak itu akhirnya keluar.
"Kalau dari alat ini menghasilkan bahan bakar jenis premium. Jadi sistem kerjanya metode destilasi kering dengan pemanasan suhu tinggi dengan minimal atau tanpa oksigen. Sehingga ada proses kimiawi dari gas jadi cair," ucapnya.
Dimas menyebut, lewat alat ciptaannya itu maksimal dapat mengolah 3 kg plastik menjadi BBM. Lewat alat tersebut sebanyak 1 kg plastik bisa diubah menjadi satu liter premium. Namun demikian dia mengakui jika nilai oktan dari minyak yang dihasilkan hanya 82 atau di bawah premium yang diproduksi Pertamina sebesar 88.
"Jenis plastik yang bisa diolah sebenarnya semua jenis bisa asalkan harus kering. Tetapi jenis plastik yang paling baik diolah menjadi minyak yakni LDPR (low density polyethilene) yang biasa digunakan untuk kresek, bungkus mie instan dan kopi sachet," ucapnya.
Dimas mengungkapkan, sampah plastik yang telah dipanaskan pun tidak akan mencemari lingkungan. Sisa pembakaran akan menjadi abu. Dimas yang sehari-hari bekerja sebagai tukang sablon ini mengaku tidak memiliki gelar sarjana teknik. Berbekal semangat dan ketekunan, semua dia pelajari dari beragam sumber informasi. Bukan tanpa gagal, selama melakukan riset, berbagai resiko dialaminya saat pembuatan alat pengolah sampah plastik tersebut. Mulai dari kompor meledak, hingga terkena percikan minyak panas akibat bocornya tabung. Seiring berjalannya waktu alatnya tersebut terus mengalami penyempurnaan dan setelah dirasakan aman dia mulai membagikan pengalamannya ke masyarakat luas.
"Justru perwakilan Pemerintah Jepang yang beberapa waktu lalu mendatangi saya di Jakarta karena tertarik dengan alat yang saya kembangkan. Karena disana kan terus mengembangkan energi terbaru. Kemudian ada juga akademisi dari Perancis yang mendatangi saya karena penasaran dengan alat yang saya buat. Ya akhirnya kita sharing aja," ungkapnya.
Dimas yang juga seorang aktivitas lingkungan yang tergabung dalam organisasi Get Plastic atau gerakan tarik plastik sedang melakukan kampanye pengolahan sampah plastik. Dengan mengendarai vespa super 1977, Dimas memulai perjalanannya dari Jakarta menuju Bali dengan jarak sekitar 1.200 kilometer. Uniknya bahan bakar yang digunakan motor vespanya merupakan hasil dari pengolahan sampah plastiknya.
"Saya berangkat dari 19 Mei kemarin sampai Bali kira-kira 30 Juni. Ada 15 tirik yang akan saya singgahi. Di titik-titik itu saya dan teman-teman koordinator akan melakukan workshop,"katanya.
Bandung merupakan titik ketiga setelah sebelumnya dirinya singgah di Bogor dan Cimahi. Melalui kampanye ini, ia berharap masyarakat semakin sadar untuk lebih peduli pada persoalan sampah, terutama dengan sampah plastik.
"Saya ingin cari solusi menghabiskan sampah sehingga bisa bermanfaat. Selain itu juga peringkat Indonesia sebagai penghasil sampah plastik terbesar kedua dunia bisa turun," katanya.