Startup binaan Indigo ini kembangkan bisnis hingga Selandia Baru

user
Endang Saputra 16 April 2018, 11:35 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Startup digital binaan Indigo yakni Angon berhasil mengembangkan bisnisnya hingga ke Selandia Baru. Mengikuti CEO Forum di The Majestic Centre, Selandia Baru, rencananya Angon akan menjalin kerjasama dengan peternak yang merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) di Selandia Baru.

COO Angon, Agif Arianto menuturkan, peternak WNI yang ada di Selandia Baru khususnya di Kota Auckland dan Wellington ini rata-rata memiliki 10.000 hingga 50.000 ekor ternak dengan rata-rata lahan seluas 350 hektar.

"Jika kerjasama Angon dengan peternak Indonesia di negara tersebut sudah terealisasi, maka sangat menguntungkan keduanya. Member Angon atau mereka yang investasi ternak melalui kami, tidak perlu repot mengurus izin investasi membeli tanah serta membangun infrastruktur peternakan dari nol," ujar Agif kepada Merdeka Bandung, Minggu (15/4).

Sementara mitra peternak Angon di Selandia Baru jelas dapat menekan biaya operasional peternakan karena semua biaya jadi dibayar member Angon saat mereka berbelanja hewan ternak melalui aplikasi tersebut.

"Peternak akan lebih berfokus pengelolaan lahan untuk memastikan persediaan pakan bagi ternak, sehingga hewan ternaknya bisa tumbuh lebih baik. Di Selandia Baru, ternak tidak dikandangi, beda dengan Indonesia yang hewan ternaknya lebih banyak disuapi," jelasnya.

Menurut Agif, pihaknya bersama Kadin Bilateral akan kembali ke Selandia Baru untuk menyusun kerjasama bilateral secara lebih spesifik. Ditargetkan, bulan November nanti, hewan ternak milik peternak Indonesia di New Zealand sudah bisa di online kan melalui aplikasi Angon.

Saat ini, Angon sudah memiliki 11.100 hewan yang diternakkan dari 10.000 lebih member aktif serta 800 transaksi di setiap bulannya. Sentra peternakan rakyat (SPR) mitra mereka tersebar di desa beternak online yang berlokasi antara lain di Wawar Lor Kabupaten Semarang, Jogjakarta, dan Bogor.

Sudah ada permintaan kemitraan dari peternak di Batam, Palembang, Kalimantan, dan Makasar namun terkendala infrastruktur dan standardisasi, sehingga baru bisa dilakukan di sekitar Jawa sementara ini.

Selandia Baru, sambung Agif, menjadi pilihan karena standar animal welfare dan pengolahan lahannya memakan waktu hingga 30 tahun. Maka itu, kualitas ternak di Selandia Baru berkualitas tinggi sekaligus banyak diterima secara global.

"Dengan aplikasi investasi kami, diharapkan bisa meningkatkan neraca perdangan Indonesia. Masyarakat Indonesia dapat memperluas peternakannya hingga ke Selandia Baru dengan mitra peternak juga WNI. Dengan kata lain, ketika hasil ternak dibeli, sebenarnya kita tidak mengimpor, melainkan menggunakan produksi kita sendiri, hanya saja lokasinya di Selandia Baru," katanya.

Angon juga dalam rencana bekerjasama dengan pemerintah terkait rencana menjadikan Balai Latihan Kerja (BLK) sebagai tempat pelatihan calon mitra peternak yang ingin mendapatkan sertifikasi peternak. Jadi, setelah praktik di balai tersebut, calon mitra peternak mendapat sertifikat sebelum kandangnya dapat di-daringkan dalam aplikasi Angon.

Dari sisi layanan, kata Agif, pihaknya kini memberikan layanan bagi para member yang merasa tidak puas dengan kinerja mitra peternak Angon. Misalnya apabila selama dua kali ditimbang berat hewan ternak terus menurun, member dapat mengadu ke Customer Support Angon,

"Apabila ternyata terjadi kelalaian dari mitra peternak, maka member tidak perlu khawatir karena Angon memberikan dua garansi service. Yakni refund 100 persen atau ganti hewan ternak dengan bobot ditambahkan 3,5 kilogram dari bobot timbangan yang diterima oleh member," kata dia.

Sementara peternak yang terbukti lalai dari tanggung jawab dalam merawat ternak, maka akan disuspend atau sanksi tertentu hingga penutupan SPR. Angon akan melengkapi fitur rating performa untuk para mitra peternak, sehingga member bisa membandingkan kualitas mitra peternak satu dengan lainnya.

Kredit

Bagikan