Kisah Fahri berjuang melawan penyakit Osteogenesis Imperfecta

user
Muhammad Hasits 01 April 2017, 13:43 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Wakil Wali Kota Bandung Oded M Danial menjenguk Fahri (11), anak pengidap Osteogenesis Imperfecta di kediamannya Jalan Desa Cipadung Nomor 82 RT 03 RW 03 kecamatan Cibiru Kota Bandung, JUmat (31/4). Osteogenesis Imperfecta atau kelainan genetik yang membuat tulang patah dengan mudah, memaksa Fahri hanya bisa berdiam diri di rumah dan tidak bisa bermain layaknya anak kecil lainnya.

Oded mengaku, dua tahun lalu dirinya sempat menjenguk Fahri dengan memberikan bantuan BPJS kesehatan. Menurutnya, kondisi Fahri saat ini dinilainya lebih baik dibanding dua tahun lalu.

"Sekarang ini Saya ke sini lagi, alhamdulillah ternyata Fahri ini sudah ada perkembangan kemajuan. Dulu saya ke sini sama sekali duduk pun enggak bisa dan rentan khawatir ketika bergerak sedikit bisa patah," ujar Oded kepada wartawan.

Oded telah meminta aparat kewilayahan membantu Fahri ketika menjalani pengobatan. Secara khusus Oded meminta lurah setempat untuk mengkondisikan agar ketika Fahri berobat tanpa harus datang ke Rumah Sakit.

"Jadi, saya minta cukup lurah yang nelpon ke RSUD dan dokternya yang datang ke sini ," kata Oded di hadapan ibunda Fahri, Sri Astati Nursani (32).

Pria yang akrab disapa Mang Oded ini berpesan kepada Fahri untuk senantiasa semangat dalam menjalani hidup dan jangan patah semangat. Mang Oded sempat mengajak Fahri untuk mengaji bersama yakni membaca surat Al Ikhlas dan An-nas.

Fahri yang bercita cita menjadi kiai tersebut ingin segera sembuh dan sekolah seperti anak lainnya dirinya bahkan ingin mesantren. "Ingin jadi kiai" ucap Fahri.

Adapun pekerjaan ibunda Fahri, Sri Astati Nursani (32) sehari-hari merupakan penjual tisu di depan Masjid Al Ukhuwah dan Istiqamah Bandung. Hal ini tidak cukup untuk membiayai pengobatan Fahri. Selama ini Fahri mendapat bantuan dana dari sejumlah pihak dan perorangan.

Sani menjelaskan, berdasarkan keterangan rumah sakit, Fahri bisa ditangani dengan dua pilihan, yaitu diganti dengan kaki palsu saat sudah berusia 17 tahun atau diusia sekarang tetapi dalam jangka beberapa bulan harus dioperasi secara berkala.

"Dulu hanya bisa terbaring, sekarang sudah bisa duduk. Jalan sekarang merondang pakai lutut, tapi seringkeluar darah karena dari tulang keringnya sudah remuk," katanya.

Sani berharap bantuan dari pemerintah dan juga masyarakat lainnya. Ia juga meminta dimudahkan persoalan rujukan ke rumah sakit.

Kredit

Bagikan