Perusahaan media di Bandung masih ada yang langgar ketentuan THR
Bandung.merdeka.com - Sejumlah perusahaan media masih belum menunaikan kewajibannya memberikan THR kepada para jurnalisnya. Selain itu, masih ada perusahaan media yang membayarkan THR tanpa mengacu pada peraturan undang-undang.
Ketua AJI Bandung Adi Marsiela, mengatakan sebagai organisasi profesi yang berwatak serikat pekerja, AJI Bandung berkepentingan menyoroti isu terkait THR kepada jurnalis dari berbagai media yang ada di Bandung.
Maka AJI Bandung melakukan survei terkait THR sejak pekan lalu. Menurut dia, THR merupakan salah satu ukuran kesejahteraan pekerja, dalam hal ini jurnalis. "Jurnalis tidak sejahtera akan sulit independen," katanya dalam konferensi pers di Gedung Indonesia Menggugat Bandung, Jumat (1/6).
Metode survei dilakukan dengan menyebar enam pertanyaan kepada puluhan jurnalis lewat media sosial. Responden dipilih secara acak berdasarkan kelengkapan informasi yang diberikan. Ada beberapa data yang masuk namun kurang lengkap sehingga dieliminasi.
Hasilnya ada 24 responden yang terdiri dari 9 media cetak (lokal dan nasional), 8 televisi (lokal dan siaran nasional), 3 stasiun radio, serta 4 media dalam jaringan.
Dari seluruh responden, sebagian besar menerima THR atau bonus hari raya. Namun masih ada responden yang tidak menerima THR dari perusahaan tempatnya bekerja. Lima responden tersebut adalah jurnalis televisi siaran nasional. Mereka dibayar berdasarkan honor berita yang tayang.
Menyoal waktu pembagian THR, dalam survei terungkap mayoritas responden menerimanya sesuai batas waktu yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu tujuh hari sebelum hari raya. Namun ada satu media cetak (terbit di Bandung) yang hingga H-6 belum memberikan THR. Perusahaan media tersebut menjanjikan memberi THR H-3.
Terkait besaran nilai THR, masih ada 7 perusahaan media yang memberi tidak sesuai ketentuan atau tidak sama dengan nilai satu kali gaji pokok.
Menurut Adi Marsiela, masih adanya perusahaan media yang memberikan THR tidak sesuai dengan ketentuan jelas melanggar Pasal 3 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016.
Peraturan tersebut menyatakan buruh dengan masa kerja 12 bulan atau lebih berhak menerima THR sebesar satu kali upah. Sedangkan bagi buruh yang masa kerjanya di bawah satu tahun, THR diberikan secara proporsional dengan perhitungan berapa lama bekerja (per bulan) dibagi 12 lalu dikalikan upah satu bulan.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan itu juga mengatur bahwa THR menjadi hak buruh berstatus kontrak, buruh on the job training (OJT), dan pekerja dengan perjanjian lepas seperti pekerja konstruksi bangunan. Bagi para buruh tidak tetap itu, upah satu bulan dihitung berdasar rata-rata upah yang diterima.
Survei tersebut melibatkan responden yang sudah bekerja di perusahaan yang sama dari 9 bulan hingga 13 tahun. AJI Kota Bandung juga mencatat dari 24 responden, hanya ada 10 jurnalis yang statusnya karyawan tetap.
Survei juga memperlihatkan rata-rata gaji untuk jurnalis media cetak berkisar di Rp 2,9 juta, jurnalis televisi Rp 3,7 juta, jurnalis radio Rp 3,2 juta, dan jurnalis media dalam jaringan besarannya rata-rata Rp 2,9 juta per bulan. Sementara nilai tengah gaji buat media cetak Rp 2,8 juta, televisi Rp 4 juta, radio Rp 2,6 juta, sementara media dalam jaringan Rp 3 juta.
Secara rata-rata, gaji bagi jurnalis di Kota Bandung memang sudah lebih tinggi dari Upah Minimum Kota Bandung (UMK) 2016. "Namun, jika ditilik satu per satu, masih ada dua media cetak, satu stasiun televisi, dan satu perusahaan radio yang membayarkan gaji jurnalisnya di bawah UMK," ungkap Adi.
Berkaca pada hasil survei tersebut, AJI Bandung meminta seluruh pemilik dan manajemen media untuk membayarkan THR senilai satu kali gaji atau dikalkulasi sesuai masa kerjanya apabila belum satu tahun bekerja kepada jurnalis dan pekerjanya.