Gerakan puisi menolak korupsi sasar generasi muda Bandung

Oleh Mohammad Taufik pada 05 Juni 2016, 11:30 WIB

Bandung.merdeka.com - Sebanyak 32 penyair dari berbagai daerah di Indonesia menggelar Road Show Puisi Menolak Korupsi (PMK) di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, Sabtu (4/6). Roadshow ini sebagai upaya penyair dalam memerangi korupsi yang merajalela di negeri ini.

Road Show Puisi Menolak Korupsi sudah berlangsung di 38 kota di Indonesia. Kali ini giliran Bandung yang menjadi tuan rumah dengan Majelis Sastra Bandung (MSB) sebagai penyelenggara.

Para seniman yang hadir dalam Road Show Puisi Menolak Korupsi berasal dari Bogor, Jakarta, Cirebon, Subang, Padang, Medan, Solo, Magelang, Semarang. Mereka disambut para penyair Bandung yang sebagian tergabung dalam Majelis Sastra Bandung.

Ada nada pesimis dari para penyair dalam memerangi korupsi di negeri ini. Tetapi, dengan terus melawan lewat teks-teks puisi minimal pemberantasan korupsi bisa dikurangi sedikit-demi sedikit.

Acara tersebut berlangsung cair dan penuh senda gurau. Road Show dibuka dengan pembacaan puisi kemudian sambutan dari tuan rumah dari MSB, Ratna M Rochiman. Sambutan berikutnya seharusnya disampaikan sastrawan yang mewakili penyair PMK, Sosiawan Leak.

Namun penyair kelahiran di Surakarta itu menyerahkan mic kepada penyair seniornya yang dari Padang, Syarifuddin Arifin. Sebagai penyair dari tanah Padang, Syarifuddin membukanya dengan pantun.

"Dari Cigugir naik Damri ke Bandung. Sampai Bandung ditelan Indonesia menggugat. Berdebur-debur ingin segera bergabung. Setelah gabung kita semua saling ketawa dan curhat," kata Syarifuddin Arifin.

Isi pantun, sambung dia, sebenarnya sudah cukup menjadi kata sambutan. Banyak seniman yang menggebu-gebu ingin segera sampai di Bandung untuk bertemu sesama penyair. Tetapi saat sampai di Bandung ada yang nyasar, sehingga harus dijemput panitia.

"Alhamdulillah dari berbagai kota kini berkumpul dengan satu visi menolak korupsi," kata penyair yang sajak-sajaknya antara lain masuk dalam antologi 'Dari Negeri Abal-abal' dan buku 'Indonesia dalam Titik 13'.

Menurut dia, korupsi memang sulit diberantas. Tradisi ini sudah berada sejak ribuan tahun lalu dan sudah mengakar dalam kehidupan.

Namun praktik-praktik korupsi telah membuat negara bangkrut dan menimbulkan kemiskinan di mana-mana. Korupsi pula yang membuat uang negara tak sampai mensejahterakan rakyat. Sehingga upaya penolakan korupsi tetap diperlukan, termasuk oleh seniman.

Maka road show PMK tersebut bukan untuk memberantas korupsi yang merajalela saat ini, tetapi untuk mencegah korupsi di kalangan generasi muda melalui teks-teks puisi.

"Saya yakin dengan usaha kita korupsi akan habis di generasi di bawah kita. Kita tak bisa memberantas habis korupsi saat ini. Tapi korupsi bisa diminimalisir. Dan itu harus kita mulai dari bawah, dari generasi muda," katanya.

Road show selain diisi pembacaan puisi dan diskusi sastra, juga menyajikan musik akustik. Acara tersebut berlangsung hingga malam.

Tag Terkait