Panglima TNI yakin mahasiswa bisa jadi pemersatu saat negara terancam

Oleh Mohammad Taufik pada 23 November 2016, 10:51 WIB

Bandung.merdeka.com - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo buka-bukaan soal potensi ancaman di Indonesia di hadapan mahasiswa. Dia menegaskan, ancaman pemecahan NKRI itu nyata. Oleh karena itu jenderal TNI bintang empat itu mengajak mahasiswa bisa menjadi alat pemersatu bangsa bagi siapapun yang ingin memecah belah.

Jenderal Gatot menjadi keynote speech pada Seminar Nasional Peningkatan Ketahanan Bangsa untuk menjaga keutuhan NKRI, di Graha Sanusi Unpad, Bandung, Rabu (23/11).

"Cegah hasutan, provokasi, adu domba. Saya yakin mahasiswa itu adalah bagian dari pemersatu bangsa. Reformasi hadir karena mahasiswa, sekarang ada ancaman terhadap negara, mahasiswa juga jadi pemersatu bangsa," kata Gatot yang disambut riuh ratusan mahasiswa yang hadir.

Indonesia yang masuk sebagai negara ekuator merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Sebagai negara kepulauan terbesar, pantai terpanjang di dunia kedua dengan 95 juta kilometer ditambah luas 5,8 juta, Indonesia negara cukup menjanjikan.

"Indonesia itu menjanjikan. Bahkan Indonesia menjadi negara kepercayaan konsumen tertinggi nomor 3 di dunia," ungkapnya.

Potensi ancaman itu di antaranya hadir ada di wilayah Laut China Selatan dan perbatasan wilayah Australia. Wilayah Darwin, Australia hanya berjarak 90 kilometer dari pulau terluar Indonesia yakni Masela.

"Blok masela punya kandungan gas dan minyak di bawah permukaan air laut. Segi jarak itu tidak terlalu jauh dengan Australia," ujarnya.

Selain ancaman tadi, Indonesia sebagai negara yang berada di garis khatulistiwa juga menghadapi ancaman nyata mulai dari narkotika, terorisme, Laut Cina Selatan, dan Five Power Defence Arrangements (FPDA).

Kerja sama pertahanan Five Power Defence Arrangements (PFDA) yang digagas oleh negara-negara persemakmuran Inggris, yakni Australia, Singapura, Malaysia dan New Zealand ini patut diwaspadai. "Ini cukup besar kekuatannya," ujarnya. Negara tersebut juga secara geografis tidak jauh dari Indonesia. "Ini yang diwaspadai kita di sisi barat."

Adapun latar belakang konflik negara saat ini lebih karena energi. "Sekarang semua latar belakang atau sekitar 70 persen energi. ISIS saja latar belakang energi. Bukan bicara lagi ideolgi atau agama," ujarnya.

Tag Terkait