Ini alasan kenapa ibu hamil perlu periksa ke dokter minimal 4 kali
Bandung.merdeka.com - Pemeriksaan kesehatan ibu hamil wajib dilakukan, minimal empat kali pemeriksaan. Dimulai dari awal kehamilan sampai mendekati persalinan. Hal ini dilakukan untuk mengontrol kesehatan ibu dan anak.
Menurut dr. Yudi M. Hidayat di Indonesia angka kematian ibu dan bayi (AKI/AKB) masih tinggi. Tiga penyebab kematian ibu hamil di Indonesia adalah pendarahan, preeklampsi-eklampsi (kejang) dan infeksi.
Ia mengatakan, peringkat penyebab AKI/AKB tiap tahunnya berubah-ubah, tahun ini misalnya pendarahan, tahun berikutnya bisa preeklampsi-eklampsi (kejang) atau infeksi. âMakanya kita harus cegah,â kata dokter RSHS/FK Unpad yang juga Ketua Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi (POGI) Jawa Barat, saat berbincang dengan Merdeka Bandung, baru-baru ini.
Namun tiga masalah kesehatan ibu hamil itu masih bisa dicegah dengan melakukan kontrol kesehatan secara rutin di layanan-layanan kesehatan. Indonesia sudah banyak memiliki fasilitas-fasilitas kesehatan yang bisa dimanfaatkan ibu hamil, termasuk di pelosok-pelosok. âTapi kebutuhan masyarakat masih berkutat antara memenuhi kebutuhan makan dan kebutuhan lain, jadi pencegahan penyakit kurang prioritas,â ujarnya.
Selain itu, masih ada masyarakat yang kurang memahami pentingnya pemeriksaan kesehatan ibu hamil. Padahal jika fasilitas kesehatan dimanfaatkan sejak awal, gangguan kehamilan bisa dideteksi dan dihindari.
âHarusnya rutin ngecek, apalagi ibu hamil wajib hukumnya. Minimal selama hamil empat kali periksa. Di Indonesia ada yang sama sekali tidak. Misalnya di kampung, apalagi jika dihubungkan dengan masalah finansial,â ujarnya.
Dengan pemeriksaan rutin akan diketahui masalah pada ibu hamil. Misalnya pemeriksaan melalui timbangan berat badan selama hamil. Ada penambahan berat badan secara ekstrem sudah menjadi indikasi penyakit preeklampsi yang bisa menimbulkan eklampsi atau kejang-kejang.
Namun telatnya deteksi tersebut membuat terlambatnya penanganan. Di RSHS penyebab AKI/AKB juga terdiri dari pendarahan, preeklamsi-eklamsi dan infeksi. RSHS sering menerima pasien rujukan dari puskesmas dengan kondisi berat. âMisalnya dari puskesmas sudah kejang-kejang baru dirujuk. Rujukan dengan kondisi tersebut membuat penanganan sulit maksimal,â kata Yudi.