Kenali bahaya rokok eletrik yang sempat booming itu
Bandung.merdeka.com - Pada awal kemunculanya e-cigarette, produk ini dikatakan aman bagi kesehatan. Karena larutan nikotin yang terdapat pada e-cigarette hanya terdiri dari campuran air, propilen glikol, zat penambah rasa, aroma tembakau dan senyawa-senyawa lain yang tidak mengandung tar, tembakau atau zat-zat toksik lain yang umum terdapat pada rokok tembakau.
Menurut dokter dari Rumah Sakit Rotinsulu, penelitian analitis tentang bahaya rokok elektrik di Amerika menyebutkan bahwa rata-rata perokok mengkonsumsi 14 batang rokok per hari dengan kadar nikotin 1-1,5 mg per batang rokok. Sehingga asupan nikotin sehari rata-rata 14-21 mg.
Sedangkan kadar nikotin pada e-cigarette berkisar 0-16 mg per batang jika digunakan sampai habis (300 kali hisap). Rata-rata hisapan e-cigarette adalah 62,8 kali. Sehingga rata-rata asupan nikotin dari e-cigarette adalah 3,36 mg per hari yang jauh lebih rendah dari rokok tembakau.
Sebuah penelitian mencoba menilai kadar Polisiklik Hidrokarbon Aromatik (PHA) pada e-cigarette. Pada 23 Polisiklik Hidrokarbon Aromatik umum ditemui pada asap rokok tembakau dan kadar yang tinggi sering dikaitkan dengan kejadian kardiovaskular karena menyebabkan apoptosis sel-sel endotel arteri koroner.
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kadar PHA pada uap e-cigarette sangat rendah dan tidak dapat diukur. Penelitian analitis lain yang didanai produsen e-cigarette oleh Laugesen dkk mengatakan bahwa e-cigarette lebih aman daripada rokok tembakau. Karena kadar nikotin yang lebih rendah dan tanpa pembakaran tembakau.
Berdasarkan data-data tersebut e-cigarette dengan gencar dipasarkan ke seluruh dunia sebagai alternatif rokok tembakau. Seolah-plah lebih aman bagi kesehatan dan tidak melanggar peraturan bebas rokok.
Penelitian lain yang membandingkan berbagai merek e-cigarette dengan rokok tembakau menemukan. Bahwa secara umum e-cigarette membutuhkan hisapan yang lebih dalam terutama setelah 10 hisapan.
Kadar uap nikotin yang dihasilkan berkurang setelah 10 hisapan, berbeda dengan kadar nikotin rokok tembakau yang tetap stabil. Selain itu dikatakan bahwa kadar nikotin yang diukur setelah merokok lebih rendah pada pengguna e-cigarette daripada perokok tembakau. Sehingga e-cigarette dikatakan lebih aman dari rokok tembakau.
Penelitian oleh Strasser dkk terhadap perilaku pengguna e-cigarette menemukan bahwa akibat dari penurunan kadar nikotin tersebut. Menyebabkan pengguna e-cigarette juga mengonsumi rokok tembakau sebagai kompensasi kebutuhan nikotin yang tak terpenuhi. Sehingga tetap terpajan oleh zat toksik dan karsinogen yang berbahaya dari rokok tembakau.
Maraknya penggunaan e-cigarette di masyarakat tanpa tersedianya data obyektif. Membuat FDA di Amerika memprakarsai sebuah penelitian pada tahun 2009 tentang e-cigarette.
Penelitian tersebut menyatakan bahwa e-cigarette mengandung tobacco specific nitrosamines (TSNA) yang bersifat toksik dan diethylene glycol (DEG) yang dikenal sebagai karsinogen.
Hal tersebut membuat FDA mengeluarkan peringatan kepada publik tentang bahaya zat toksik dan karsinogen yang terkandung dalam e-cigarette. Sehingga mengakibatkan pembatasan distribusi dan penjualan e-cigarette di Amerika dan beberapa negara lain.
Menaganggapi hal itu salah satu produsen e-cigarette mendanai sebuah penelitian untuk mengkaji ulang laporan FDA tersebut yang juga melibatkan NRT lain sebagai kontrol. Penelitian tersebut mengatakan bahwa senyawa TSNA yang terdapat pada e-cigarette kadarnya sangat rendah.
Hal yang menarik adalah TSNA juga dideteksi pada produk NRT lain seperti Nicoderm skin patch dan Nicorette gum. Padahal kedua produk tersebut telah mendapat pengakuan FDA. Sedangkan DEG pada e-cigarette tidak terdeteksi pada penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian ini, para produsen e-cigarette meminta FDA untuk mengkaji ulang produk-produk NRT lain dan mempertimbangkan lagi peringatan FDA tentang e-cigarette.