Keri Lestari penemu obat herbal diabetes dari ekstrak biji pala

user
Farah Fuadona 14 Desember 2015, 11:59 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Meneliti obat memerlukan waktu dan kesabaran ekstra. Hal ini dirasakan Keri Lestari, peneliti obat herbal diabetes melitus dari ekstrak biji pala. Ia dan timnya harus melewati rangkaian panjang proses penelitian serta uji coba.

Kini, obat herbal buatanya telah memiliki merek dagang, Glucopala. Obat herbal untuk diabetes tipe dua ini telah melewati serangkaian uji klinis pada fase pertama. “Uji klinis fase kedua dengan BPOM sedang dalam tahap persiapan,” kata Keri kepada Merdeka Bandung.

Dosen Fakultas Farmasi Unpad ini menjelaskan, uji klinis tersebut dibutuhkan untuk mendapatkan izin edar obat. Jika uji klinis berhasil, Glucopala menjadi herbal diabetes pertama sebagai dual agonis, yakni bisa mengatasi tingginya kadar gula dan gangguan pada metabolisme lemak pada pasien diabetes melitus.

Penelitian herbal diabetes dari biji pala telah dimulai sejak tujuh tahun lalu. Hal tersulit dalam penelitian di antaranya memisahkan zat-zat yang terkandung dalam biji pala. “Pala memiliki dua senyawa yang harus dibuang, yaitu myritisin dan safrol. Jika tidak dibuang efeknya tidak akan maksimal,” kata Keri.

Senyawa myritisin dan safrol memiliki efek mengantuk dan halusinasi. Dibutuhkan waktu yang cukup lama membuat prosedur pembuangan dua senyawa ini. Pembuangan dilakukan lewat proses ekstraksi farmasi dalam skala laboratorium.
 
Begitu sukses melakukan pemisahan di laboratorium, tantangan berikutnya memisahkan dua senyawa tersebut dalam skala industri. “Kita sudah prosedur di skala laboratorium. Ketika dialihkan ke skala industri itu selalu saja ada miss-nya,” ujarnya.

Dengan susah-payah, kendala tersebut akhirnya bisa diatasi. Kesulitan lain penelitian Glucopala muncul saat uji coba pada hewan. Hewan percobaan yang dipakai adalah tikus. Tikus tersebut tidak sembarangan, dia harus direkayasa agar bisa menjadi model penyakit diabetes tipe dua.

Ia mengatakan, pemodelan tikus diabetes tipe dua berbeda dengan pemodelan tikus diabetes tipe satu. Pada pemodelan tikus diabetes tipe satu, pankreas tikus direkayasa agar tidak bisa memproduksi insulin.

Sedangkan pemodelan tikus diabetes tipe dua, kondisi tikus harus dalam keadaan hiperglikemi. Dalam kondisi ini pankreas tikus tetap memproduksi insulin. Hanya saja peran insulinnya tidak maksimal.

Ia mengaku, membuat pemodelan tikus saja memakan waktu satu tahun. Glucopala sendiri sasarannya untuk pasien diabetes tipe dua. Ini berdasarkan mayoritas pasien diabetes di Indonesia adalah diabetes tipe dua yang penderitanya mencapai 95 persen.

“Uji coba pada tikus hasilnya menggembirakan. Ada penurunan kadar glukosa darah maupun lipid darahnya,” ujarnya.

Dalam rangkaian uji coba tersebut, ia juga menemukan Glucopala memiliki kadar antioksidan dan anti-inflamasi yang tinggi. Fungsi dua zat tersebut untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Pada tahap selanjutnya uji coba dilakukan pada manusia kalangan terbatas. Ia melakukannya di lingkungan keluarga sendiri yang terkena diabetes dan menurut Keri hasilnya luar biasa.

“Hasilnya tidak hanya mengendalikan kadar glukosa darah dan kadar lipid, tapi ada perbaikan fungsi penglihatan, vitalitas juga menjadi lebih baik. Ini karena adanya zat antioksidan dan anti-implamasi dalam Glucopala,” kata dia.

Kredit

Bagikan