Dengan dana riset nol koma sekian, Indonesia akan sulit maju

user
Mohammad Taufik 24 Juni 2016, 10:49 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Salah satu ciri negara maju adalah tumbuhnya budaya riset atau penelitian. Tanpa penelitian, sulit bagi sebuah bangsa untuk mencapai kemajuan. Terlebih menghadapi persaingan global.

Bagaimana dengan budaya penelitian di Indonesia? Menurut peneliti dari Komunitas Riset Akatiga, Indrasari Tjandraningsih, budaya riset di Indonesia masih harus terus ditumbuhkan. Penelitian harus dikenalkan kepada masyarakat luas.

Menurut dia, saat ini jumlah komunitas riset di Indonesia masih terlalu sedikit. Fenomena ini tidak mengherankan mengingat anggaran negara untuk membiayai penelitian pun sangat sedikit.

"Komunitas penelitian di Indonesia kecil banget. Mungkin karena penelitian bukan lahan yang basah," kata Indrasari Tjandraningsih, saat berbincang dengan Merdeka Bandung.

Peneliti yang akrab disapa Asih itu menambahkan, mestinya sebagai negara besar Indonesia memiliki budaya penelitian yang ditopang dengan anggaran besar pula. Kenyataannya, budaya penelitian di Indonesia kalah jauh dibandingkan dengan negeri tetangga, Malaysia misalnya.

"Jumlah komunitas penelitian Indonesia dibandingkan dengan Malaysia dan negara lain rendah banget. Itu bisa dilihat dari jumlah dana penelitian yang nol koma sekian persen (dari APBN). Artinya di kita penelitian bukan prioritas," katanya.

Kendati dana riset negara sangat-sangat minim, komunitas-komunitas penelitian yang ada di Indonesia harus terus menyebarluaskan budaya meneliti. Akatiga, sambung dia, yang sudah 25 tahun menjadi lembaga riset akan terus mengenalkan penelitian.

"Akatiga ingin tularkan kegiatan penelitian kepada sebanyak mungkin orang, bukan hanya kepada mahasiswa tetapi juga kepada pelajar di bawah mahasiswa," katanya.

Ia menegaskan, tanpa penyebarluasan ilmu penelitian kepada masyarakat luas, budaya penelitian di Indonesia akan semakin sulit berkembang.

Baru-baru ini Akatiga menggandeng siswa setingkat kelas satu SMA yang sekolah di kelompok belajar Semi Pilar. Program pengenalan penelitian ini menjadi program pertama yang dilakukan Akatiga setelah 25 tahun berdiri.

Sebelumnya, kata Asih, Akatiga bisa melakukan kerja sama dengan anak kuliahan atau S1. "Kerja sama Akatiga dengan anak-anak setingkat SMA baru kali ini kami lakukan. Ke depan kami akan terus mengembangkan kerja sama penelitian ini," katanya.

Dengan menggandeng anak-anak muda, kata dia, minimal mereka mengetahui kegiatan penelitian. "Harapannya supaya banyak anak muda yang mau jadi peneliti atau minimal mereka tahu penelitian itu ngapain saja," ujarnya.

Kredit

Bagikan