Menelusuri Bandung tempo dulu lewat roman percintaan

user
Farah Fuadona 21 Februari 2016, 11:02 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Roman “Rasia Bandoeng: Atawa Satoe Tjerita jang Benar Terdjadi di Kota Bandoeng dan Berachir Pada Tahon 1917” mendorong Komunitas Aleut melakukan penelusuran. Hasilnya komunitas pecinta sejarah Bandung ini menemukan tempat-tempat yang disebutkan di roman yang terbit di awal abad ke-20 itu.

Pegiat Komunitas Aleut, Ariono Wahyu yang akrab disapa Alex menuturkan, pada malam tahun baru Imlek lalu pihaknya melakukan penelusuran yang disebut ngaleut yang berarti rombongan.

Ngaleut merupakan program rutin Komunitas Aleut menelusuri tempat tempat-tempat sejarah yang disebutkan dalam buku sejarah.

Hasil penelusuran terkait roman Rasia Bandoeng, komunitas ini menyimpulkan bahwa roman tersebut tepat sebagai referensi sejarah Bandung di awal abad ke-20.

Tempat kejadian dalam roman berkisar di wilayah Pasar Baru, Cibadak, Pecinan, Suniaraja, Banceuy, Kosambi, hingga ke arah selatan seperti Tegallega.

Penelusuran Komunitas Aleut di Alun-alun Bandung, Jalan Banceuy, Jalan Suniaraja, Pasar Baru, bekas bioskop Luxor, Kebon Jati, Gardujati, dan berakhir di Jalan Kelenteng. Kawasan ini kini dikenal daerah “Pecinan” Bandung.

Sejumlah tempat tersebut cukup detail digambarkan dalam roman Rasia Bandoeng. “Sebenarnya masih banyak rute yang masih bisa digali,” kata Alex, dalam diskusi bedah roman Rasia Bandoeng di Kafe Djadoel, Jalan Jenderal Sudirman, Bandung, Sabtu (20/2).

Roman Rasia Bandoeng mengisahkan percintaan sepasang kekasih Tionghoa yang satu marga, yakni Tan Gong Nio alias Hilda dengan Tan Tjin Hiauw. Di masa itu, kultur Tionghoa sangat menentang pacaran apalagi pernikahan satu marga.

Alex menuturkan, sosok Tan Tjin Hiauw yang menempati rumah di Jalan Sudirman yang kini menjadi Café Djadoel. Arsitektur café ini masih tampak asli.

Menurutnya, dalam roman disebutkan Tan Tjin Hiauw di kawasan yang kini bernama Jalan Jenderal Sudirman itu suka menanam jeruk. “Maka tidak heran kalau daerah ini kemudian disebut Kebon Jeruk,” katanya.

Tan Tjin Hiauw sendiri dimakamkan di sentiong Jalan Elang, Cijerah, Bandung. Di masa lalu, Tan Tjin Hiauw merupakan tokoh cukup berpengaruh di kawasan Sudirman tersebut.

Selain itu, roman tersebut menunjukkan bagaimana kehidupan warga Tionghoa di Bandung 100 tahun lalu. Misalnya dalam pembukaan novelnya, penulis novel menceritakan kondisi Pasar Baru delapan hari setelah Imlex 2467 atau 1916 Masehi. “Shionya tahun naga,” katanya.

Kredit

Bagikan