Pelajar prihatin dengan kekerasan seksual pada anak

user
Farah Fuadona 02 September 2016, 19:00 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Maraknya kasus kekerasan seksual yang menimpa anak di bawah umur menimbulkan keprihatinan di kalangan pelajar. Orangtua diminta sabar mendidik anaknya. Sebab orang tua atau keluarga merupakan kunci untuk membentengi kekerasan seksual pada anak. “Anak punya dunianya sendiri, punya masa-masa menarik yang harus diberikan kepada mereka,” kata Alfa Riski Fauzi, siswa kelas 12 SMKN 1 Cibinong, kepada Merdeka Bandung di sela pembukaan De Syukron di pelataran parkir Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Bandung, Jumat (2/9).

Kepada orangtua, ia menyarankan untuk ekstra sabar menghadapi anaknya. Anak-anak membutuhkan dunia yang melindungi, terutama keluarga. Memang anak sering kali menjengkelkan orangtua. Tapi bagaimanapun orangtua juga pernah mengalami masa kanak-kanak.

“Sebaik mungkin jaga anak, itu titipan Tuhan. Boleh marah tapi jangan dengan kekerasan, omelan kasar juga tidak boleh,” katanya.

Sementara itu, menanggapi pemberitaan terkait 99 anak di bawah umur yang menjadi korban prostitusi di Bogor, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Jawa Barat, Netty Prasetiyani Heryawan menyatakan kasus tersebut termasuk unsur perdagangan orang (human trafficking).
 
Untuk diketahui, polisi menciduk tersangka AR yang mengeksploitasi para remaja laki-laki usia 13-17 tahun untuk diekploitasi secara seksual. Netty mengatakan, AR dapat dijerat UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU Pornografi, serta UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO).
 
"Ya memang kasus ini sudah memenuhi unsur human trafficking atau perdagangan orang. Ada sejumlah anak yang kemudian dihubungi, dikumpulkan, diinventarisasi biodatanya, kemudian dihadirkan atau diminta datang ketika ada tamu yang membutuhkan," kata Netty di Bandung baru-baru ini.
 
Netty juga menitikberatkan pentingnya rehabilitasi sosial, bukan hanya bagi korban, tetapi juga untuk keluarga korban. Terlebih jika kasus ini ditangani oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), maka rehabilitasi sosial adalah sebuah keniscayaan.
 
Mengingat sebagian besar korban berasal dari Jawa Baray, Netty mengungkapkan P2TP2A Jabar sudah berkoordinasi dengan P2TP2A Bogor untuk membantu korban.

Kredit

Bagikan