Pemerintah daerah di Jawa Barat cenderung tutupi informasi publik

user
Mohammad Taufik 29 Agustus 2016, 16:13 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Ketua Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat, Dan Satriana, menyebutkan badan publik negara di Jawa Barat banyak yang mengajukan gugatan terhadap putusan Komisi Informasi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Trend tersebut menunjukkan banyak badan publik negara cenderung menutupi informasi publik.

"Setahu saya sejak 2011 sampai sekarang badan publik yang minta ke PTUN. Trendnya seperti itu," kata Dan Satriana, di sela diskusi Diskusi Penyelesaian Sengketa Informasi di Komisi Informasi dan Pengadilan di Jawa Barat yang digelar Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat, Bandung, Senin (29/8).

Untuk diketahui, badan publik negara adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang menggunakan dana dari APBD/APBN. Contoh badan publik negara adalah pemerintah daerah seperti pemerintah provinsi, kota dan kabupaten.

Dalam diskusi tersebut mencuat bahwa Bandung, Jawa Barat, tercatat sebagai kota yang memiliki kasus sengketa informasi digugat di PTUN, yakni sebanyak 30 perkara antara 2011-2014.

Jumlah itu paling tinggi se-Indonesia. Sebagai perbandingan, jumlah sengketa informasi di PTUN Jakarta sebanyak 11 perkara, dan di PTUN Serang, Banten, sebanyak 9 perkara.

Menurut Dan Satriana, sebelumnya perkara-perkara tersebut diputuskan oleh Komisi Informasi bahwa badan publik negara yang dimohon memberikan informasi harus memberikan informasi yang diajukan pemohon. Namun badan publik negara yang tidak puas dengan keputusan Komisi Informasi melanjutkan gugatan ke PTUN.

Contohnya badan publik negara yang tak mau membuka informasi kepada publik adalah Pemerintah Kota Tasikmalaya. Bahkan Pemkot Tasikmalaya sampai harus membuat Peraturan Wali Kota yang mengatur informasi mana saja yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi publik.

Donny Setiawan dari Perkumpulan Inisiatif Bandung, mengatakan adanya Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik dan Putusan-putusan Komisi Informasi seharusnya memperbaiki tata kelola pemerintahan yang transparan.

Namun dalam praktiknya justru kontraproduktif. "Misalnya Tasikmalaya yang membuat peraturan daerah yang mengatur informasi-informasi tidak bisa diakses publik seperti Dana Alokasi Khusus/APBD," katanya.

Sementara pengamat hukum tata negara Unpad, Indra Prawira, mengatakan pembentukan Komisi Informasi untuk membangun penyelenggara badan publik yang akuntabel dan transparan.

Indra yang turut mengonsep Rancangan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik mengatakan, lewat UU KIP diharapkan terbangun tata kelola pemerintahan yang modern dan bersih dari KKN.

Penyelenggaraan pemerintahan melibatkan unsure masyarakat sipil. Sehingga masyarakat sipil memahami hak-haknya akan informasi. "Soal APBD/APBN itu adalah informasi yang harus dibuka. Kalau tak dikasih, kebangetan. Karena itu hak setiap orang. Tak perlu diminta lewat Komisi Informasi," katanya.

Kredit

Bagikan