Perpus Jalanan Bandung punya pelanggan tukang bakso hingga mahasiswa

user
Mohammad Taufik 26 Agustus 2016, 18:56 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Perpus Jalanan Bandung bisa dibilang ikon Taman Dago-Cikapayang, Bandung. Setiap malam Minggu, sekelompok pemuda menghamparkan ratusan buku yang dialasi spanduk bekas di bagian depan taman bertuliskan 'D-A-G-O' itu.

Tahun ini pegiat literasi dengan tagline 'Matikan TV Mulailah Membaca!!!' baru saja berulang tahun yang ke-6, bukan waktu yang singkat bagi komunitas yang bergerak secara swadaya.

"Kita biasa ngelapak di depan huruf 'D' pinggir jalan, karena di situ paling terang," kata Indra (28), salah seorang pegiat Perpustakaan Jalanan, kepada Merdeka Bandung, Jumat (26/8).

Tak jauh dari huruf 'D' terdapat lampu penerangan jalan. Di bawah penerangan lampu itu para anggota/pelanggan Perpus Jalanan Bandung biasa membaca sambil jongkok, sebagian sambil duduk di tembok taman sambil ngopi.

Indra menuturkan, komunitas perpustakaan ini didirikan tiga pemuda Bandung pada akhir 2010. Mereka terdiri dari mahasiswa maupun pegawai yang memiliki pemikiran sama soal pentingnya membaca atau literasi.

Belakangan tiga pendiri tersebut sibuk dengan urusan masing-masing, tinggal satu orang masih aktif, itu pun sedang mengejar beasiswa. Kepengurusan Perpus Jalanan Bandung dilanjutkan oleh anggota yang kemudian ikut menjadi pegiat.

"Saya sendiri generasi kedua, saya gabung dengan Perpus Jalanan awal 2011," kata Indra yang saat ini bekerja di perusahaan swasta di Bandung.

Pendirian Komunitas Perpus Jalanan Bandung berangkat dari ide sederhana. Mereka punya buku dan mereka ingin bukunya bisa diakses publik. "Biar bukunya enggak lapuk di kamar kos, kami coba bawa ke jalan, biar ilmu pengetahuan bisa diakses publik. Begitu awalnya, simple," kata dia.

Buku yang ada di lapak perpus ini sangat beragam, karena berasal dari koleksi pribadi. Masing-masing pegiat membawa buku koleksinya ke dalam ransel atau kardus, kemudian dibawa ke Taman Dago-Cikapayang tiap Sabtu.

Mereka mulai ngelapak tergantung situasi dan waktu senggang masing-masing. Jika cuaca sedang cerah dan waktu senggang kuliah atau kerja, mereka bisa mulai sebelum Magrib. Kadang setelah Magrib atau Isya.

"Kalau cuaca hujan, kita enggak jadi ngelapak. Paling malam kita mulai ngelapak pukul 19.00 WIB. Kalau pas lagi ngelapak hujan, kita terpaksa pindah ke kolong jembatan," katanya.

Sedangkan lapak perpustakaan biasa tutup paling lambat pukul 24.00 WIB. Tetapi jika situasinya sudah sepi, biasanya mereka tutup lebih awal.

Perpus Jalanan Bandung memilih Sabtu atau malam Minggu sebagai waktunya ngelapak. Sebab di luar hari itu mereka bekerja, masing-masing pengurus memiliki kesibukan sendiri-sendiri. Bagi Indra dan kawan-kawan, akhir pekan adalah 'hari raya kecil' untuk menyalurkan minat mereka pada buku.

Ia menyebutkan, jumlah pelanggan Perpustakaan Jalanan tiap malam Minggunya tidak tentu. Kalau lagi ramai jumlah pengunjung bisa mencapai 50 orang. Jika sepi jumlah pengunjung di bawah 10 orang.

Meski menyandang nama Perpus Jalanan, namun sasaran komunitas ini bukan berarti anak-anak jalanan. "Pelanggan kami mulai tukang bakso, PKL, anak jalanan, mahasiswa, karyawan. Pokoknya umum. Nama Perpus Jalanan Bandung karena kami buka di jalan," terang Indra.

Buku-buku yang mereka tawarkan beragam genre, mulai buku agama Islam seperti tuntutan salat, sastra, novel, ideologi, politik, buku sulap, komik, dan pengetahuan umum lainnya.

Total buku yang mereka bawa sekali ngelapak mencapai 200 eksemplar jika dengan zine dan newsletter yang dibuat para pegiat sendiri. Pada perkembangan berikutnya, perpus ini menerima donasi buku dari donatur dan jaringan.

Taman Dago-Cikapayang dipilih sebagai tempat ngelapak Perpus Jalanan Bandungkarena sebagai ruang publik. Selain itu, di awal berdiri pada 2010, Taman Dago-Cikapayang memiliki penerangan paling baik dibandingkan taman-taman lain di Bandung.

Taman Dago-Cikapayang juga paling strategis, mengingat Dago dari dulu menjadi pusat anak nongkrong Bandung selain sebagai jalur wisata. "Sasaran kita siapapun yang lewat pulang kerja atau kuliah, yang nongkrong atau jalan-jalan," ujar Indra.

Kredit

Bagikan