Kekerasan pada jurnalis, Panglima TNI diminta sosialisasikan UU Pers


Ilustrasi aksi kekerasan terhadap jurnalis
Bandung.merdeka.com - Kekerasan terhadap dua jurnalis yang meliput lahan sengketa antara warga dan TNI AU di Medan, Sumatera Utara, Senin (15/8) kemarin, memicu aksi solidaritas dari puluhan wartawan Bandung.
Aksi yang mengatasnamakan Solidaritas Wartawan Bandung itu berlangsung di Taman Dago-Cikapayang, Bandung, Senin (16/8). Dalam aksinya, wartawan Bandung menuntut anggota TNI AU pelaku kekerasan diproses secara hukum.
Sekertaris Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jawa Barat, Mujip Prayitno, mengatakan kekerasan yang dilakukan anggota TNI AU terhadap jurnalis menunjukkan lemahnya pemahaman terhadap kerja jurnalis.
Selain menuntut proses hukum terhadap kasus tersebut, kata Mujip, IJTI juga mendorong Panglima TNI untuk mensosialisasikan Undang-undang Pers kepada anak buahnya.
Menurut dia, panglima maupun perwira TNI sudah mengetahui bahwa pers dilindungi Undang-undang. Namun ia melihat pemahaman tersebut tidak sampai ke anak buah, sehingga kasus kekerasan oleh TNI di lapangan kerap terjadi.
"Pemahaman anggota TNI tentang Undang-undang Pers dan tentang kerja wartawan masih sangat kurang. Mereka bisa merampas kamera, melakukan pemukulan, dan kejadian ini terus berulang-ulang. Itu sangat disayangkan," katanya.
Untuk itu ia meminta Panglima TNI mesosialisasikan Undang-undang Pers kepada anak buahnya. "Sehingga anak buahnya di lapangan tidak menimbulkan kerugian bagi pers yang bekerja untuk kepentingan publik," ujarnya.
Ia menegaskan, jurnalis di lapangan memahami bahwa suatu objek vital tidak boleh diambil gambar atau dipotret. Tetapi kasus sengketa yang terjadi di Medan berada di ranah publik.
"Karena kejadiannya di ranah publik maka jurnalis meliputnya. Kita paham objek vital dilarang mengambil gambar, tapi kasus ini terjadi di area publik meski tanah tersebut diklaim TNI AU," ujarnya.
Dalam aksi itu, IJTI Jawa Barat menyerukan tiga tuntutan:
- Pihak TNI AU harus mengembalikan barang yang diambil secara paksa dari korban (jurnalis).
- Meminta Panglima TNI dan jajaran anggotanya bekerja secara profesional dan menjunjung tinggi Undang-undang Pers No 40 Tahun 1999.
- Memproses secara hukum pelaku kekerasan yang juga bertentangan dengan UU Pers.
Untuk diketahui, dua jurnalis, yakni Andi Syafrin (MNC) dan Aray Agus (Tribun Medan), mengalami kekerasan dan penganiayaan oleh anggota TNI AU saat sedang meliput lahan yang disengketakan warga dan TNI AU di Jalan SMA Dua Medan, Sumatera Utara.
Anggota TNI AU bahkan mengambil paksa kamera, id card, dan dompet milik Andi Syafrin. Andi juga mengalami luka di pelipis mata.
BERITA TERKAIT
Pengakuan Bharada E di Balik Perintah Tembak dari Atasan
Pengakuan Bharada E di Balik Perintah Tembak dari Atasan
5 Poin Rekomendasi Kebijakan Siap Diusulkan T20 dalam Forum G20
Alami Pengapuran Sendi Lutut? Coba Minum Susu Nutrisi
Perawatan Kulit Kian Diminati, BeautieSS Resmikan Satu Klinik Baru
Aswita Dewi Ingin Batik jadi Pakaian Kekinian
Amazit T-Rex 2 Jadi Jam Tangan Pintar Bagi Para Petualang
Aplikasi Jantungku Jadi Solusi Layanan Kesehatan Jantung, Ini 6 Fitur Unggulannya
Jejak Kopda Muslimin Sebelum Ditemukan Tewas di Rumah Orang Tua
Gleaneagles Hospital Punya Inovasi Teknologi Baru Bernama Gamma Knife
Kerry Indonesia Kembali Meraih Penghargaan HR Asia Awards 2022
Gandeng Aurel Hermansyah, CKL.LOOKS Akan Rilis Produk Eksklusif
Dukungan Orangtua Dalam Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi Pasca Pandemi
Tidak Pelit Ilmu, Hendra Hidayat Dikenal Sebagai Pionir Implan Gigi di Indonesia
Linde Indonesia Akan Pasok Gas Industri dengan Kemurnian Tinggi ke PT Freeport
KORIKA Gelar Webinar Kecerdasan Artifisial (AI) Bidang Kesehatan
Garmin Run Club Menjadi Wadah Bagi Para Pecinta Olahraga Lari
Jam Tangan Pintar yang Bisa Jadi Pilihan Para Pelari Karena Fitur Canggihnya
Alasan Mengapa Reinvestment Keuntungan Sangat Krusial Bagi Bisnis
EdenFarm Berbagi Hewan Kurban dengan Komunitas Tani di Sekitar ECF
Trademark Market Hadir Lagi, Kini Tenantnya Lebih Banyak