Pengamat menilai kebijakan sekolah sehari penuh bisa menjebak

user
Farah Fuadona 10 Agustus 2016, 10:16 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Menteri Pedidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendi diharapkan tidak hanya mengumbar wacana kebijakan full day school (sekolah sehari penuh). Kebijakan sekolah sehari penuh harus didukung konsep yang matang.

“Full day ini jangan sampai terjebak pada penambahan jam mata pelajaran di sekolah,” kata pengamat pendidikan dari komunitas Kalyanamandira Bandung, Ben Satriana, saat dihubungi, Selasa (9/8).

Menurutnya, penambahan jam mata pelajaran sekolah hanya akan makin membebani murid yang sudah sibuk menghadapi setumpuk mata pelajaran.

Saat ini, kata Ben, jumlah mata pelajaran SD, SMP, maupun SMA sudah sangat banyak. Ia tidak setuju jika nantinya konsep sekolah sehari penuh misalnya mengubah jumlah jam mata pelajaran Matematika dari dua jam menjadi empat jam dan seterusnya.

“Kalau begitu penambahan jam mata pelajaran saya tidak setuju,” tandasnya.

Tetapi jika yang ditambah adalah peningkatan pendidikan karakter dan kreativitas, ia menyetujuinya. Menurutnya, pendidikan karakter dan kreativitas memang perlu diperkuat dalam pendidikan dasar. “Jadi guru yang ditambah misalnya guru pendidikan karakter, guru seni, guru agama,” ujarnya.

Namun sejauh ini belum jelas bagaimana konsep yang disiapkan Kemendikbud untuk mendukung sekolah sehari penuh. Sebab, mengubah sekolah setengah hari menjadi sehari penuh tidaklah sederhana.

Pemerintah harus menyiapkan infrastruktur atau fasilitas sekolah, guru-gurunya, dan lain-lain. “Kita tunggu bagaimana penjelasan konsep full day dari Mendikbud. Selama ini kan belum dijelaskan detilnya. Setelah itu baru bisa kita kritisi,” ujarnya.

Di sisi lain, Ben mengatakan wacana yang disampaikan Mendikbud lebih tepat untuk sebagian masyarakat perkotaan yang sehari-hari sibuk bekerja. Masyarakat tipe ini memiliki waktu yang sedikit untuk mendampingi anaknya.

“Untuk sebagian masyarakat perkotaan, mungkin full day diperlukan agar menghindari anak dari pengaruh-pengaruh negatif di luar sekolah. Tapi sistem full day tidak bisa dilakukan di seluruh Indonesia, karena kondisi masyarakatnya berbeda. Belum lagi tidak semua sekolah siap melaksanakannya,” ujarnya.

Kredit

Bagikan