Agar tak punah, bahasa daerah harus setara dengan bahasa nasional
Bandung.merdeka.com - Kongres Bahasa Daerah Nusantara baru saja digelar di Gedung Merdeka, Bandung. Kongres ini berkomitmen mempertahankan kelestarian bahasa daerah dari “gempuran” bahasa nasional dan asing.
Ketua Penyelenggara Kongres Bahasa Daerah Nusantara, Rachmat Taufiq Hidayat mengatakan, kongres bertujuan untuk merumuskan, menggali, memelihara dan mengembangkan bahasa daerah yang ada di Nusantara sebagai aset kebudayaan Indonesia.
“Kemudian memelihara, mengembangkan dan melestarikan bahasa daerah sejajar dan setara dengan bahasa nasional, dengan demikian, bahasa daerah bukan hanya sebagai pemerkaya bahasa nasional melainkan sebagai pemerkaya bangsa Indonesia,” terang Rachmat melalui rilis yang diterima Merdeka Bandung, Jumat (5/8).
Menurutnya, perlu dilakukan advokasi kepada generasi muda agar bahasa daerah dapat bertahan, berdampingan dan berkembang bersama bahasa-bahasa lain di dunia.
Fungsi bahasa daerah juga harus ditingkatkan, antara lain sebagai bahasa pengantar dalam berbagai bidang keilmuan dan di sekolah menengah.
“Selain itu perlu menghidupkan tradisi literasi bahasa daerah di Indonesia dengan cara menerbitkan buku-buku bacaan dalam bahasa daerah baik fiksi maupun nonfiksi,” tambahnya.
Kongres yang diikuti sekitar 300 peserta itu dilatarbelakangi rekomendasi Kongres Basa Sunda IX Lembaga Basa jeung Sastra Sunda (LBSS) 2011, Rekomendasi Konferensi Internasional Budaya Sunda I 2001, serta sejumlah Kongres Bahasa Jawa I-V antara 1991-2011.
Untuk diketahui, Indonesia merupakan negara yang memiliki bahasa daerah (bahasa ibu) terbanyak di dunia. Berdasarkan catatan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Ada 726 bahasa daerah (versi UNESCO 640 bahasa daerah) di Indonesia.
Dari jumlah tersebut, sebagaian besar bahasa daerah hanya memiliki jumlah penutur 1.000 sampai 5.000 orang sehingga terancam punah. Adapun bahasa daerah yang masih digunakan, berada dalam kondisi yang tidak sehat.
LIPI mencatat, selain mulai ditinggalkan oleh generasi muda, bahasa-bahasa daerah sulit mengikuti perkembangan zaman. Di antara penyebabnya adalah pengaruh dari bahasa lain, serta peran orang tua yang tidak mengajarkan bahasa ibu kepada anak-anaknya sebagai bahasa sehari-hari.
Dari 726 daerah di Indonesia, hanya 10 persen yang akan bisa bertahan. Penyebabnya bahasa-bahasa itu semakin jarang dipergunakan.