Pangdam III Siliwangi masih rahasiakan penertiban KPAD

user
Mohammad Taufik 23 Juli 2016, 10:08 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Pangdam III Siliwangi Mayjen Hadi Prasojo belum memastikan penertiban warga yang masih saja 'ngeyel' menempati Komplek Perumahan Angkatan Darat (KPAD). Saat ini TNI AD masih terus melakukan pendekatan persuasif agar warga yang sudah tidak memiliki hak bisa meninggalkan rumah dinas itu.

"Rahasia ya," singkat Pangdam bertatap muka dengan kontingen Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX 2016 Jabar di Graha Tirta Siliwangi, Kota Bandung, Jumat (22/7) malam.

Menurut dia, Kodam III/Siliwangi terus melakukan pendekatan pada warga agar mereka yang menempati rumah milik TNI AD bisa ditinggalkan, atau dialih-milikan pada TNI aktif. Untuk diketahui, dari 87 kepala keluarga (KK), tinggal 38 KK masih berkukuh atas kepemilikan rumah tersebut.

Mereka yang kini menghuni rumah di KPAD merupakan warga sipil yang orangtuanya dulu pernah menjadi prajurit TNI. Secara legalitas Kodam III/Siliwangi memiliki bukti otentik atas kepemilikan lahan dan rumah seluas 40 hektare tersebut.

"Cuma saya persuasif, itu anak-anak saya. Tapi mereka enggak berhak. Jadi silakan ke prajurit aktif. Tapi kalau enggak mau, boleh ambil jalur hukum. Kita sertifikat ada, semuanya ada, datanya ada," tandasnya.

Warga KPAD sejak isu berembus akan ada penertiban memang langsung membuat barikade. Pintu masuk ke komplek KPAD 'ditutup' rapat-rapat dengan kawalan warga dan beberapa organisasi masyarakat.

Barikade itu juga mengganggu aktivitas warga Kelurahan Gegerkalong dan sejumlah sekolah yang terpaksa harus diliburkan. "Saya imbau, kalau masyarakat nanti timbul keresahan. Barikade saya hilangkan. Itu tanah TNI AD kalau sudah (ada warga) lapor, saya selesaikan," katanya.

"Kita dudukan sesuai aturan ada. Ini harus taati hukum. Mereka harusnya berkaca diri dong. Ada hukum. Orang harusnya tahu, mudah-mudahan mereka bubar, kalau enggak saya bisa paksa," ujar jenderal TNI bintang dua tersebut dengan nada mengancam.

Dia menuturkan, lahan yang kini diisi KPAD itu merupakan tanah negara. Tanah tersebut dibeli oleh Mayjen Gatot Soebroto yang ketika itu menjabat sebagai Wakasad, seharga Rp 21 juta.

"Jadi tidak benar kalau itu diambil dari rapel prajurit. Itu dulu untuk Kolad, Komando Latihan. Tapi karena banyak tentara yang tidak dapat rumah, yang tinggal di hotel-hotel, akhirnya AD ambil kebijakan bahwa untuk meringankan beban maka ditempati (rumah)," ujarnya.

Kredit

Bagikan