Kebutuhan hidup tinggi sebabkan banyak petani jual lahan
Bandung.merdeka.com - Sektor pertanian makin tergeser pembangunan dan industri. Banyak petani 'tergoda' menjual lahan garapannya ke industri. Fenomena ini menimbulkan ancaman serius pada ketahanan pangan. Pemerintah diminta cepat tanggap dalam menyelamatkan petani.
Salah seorang pendiri LBH Bandung, Paskah Irianto, mengatakan saat ini penguasaan tanah di Indonesia dikuasi pengusaha dan asing. Para petani gurem yang memiliki luas tanah kecil banyak menjual tanahnya kepada para pengusaha.
"Para petani yang menjual tanahnya tidak lepas dari konsumerisme, kebutuhan hidup tinggi, ingin beli motor dan lain-lain," kata dia.
Menurut dia, solusi untuk menyelamatkan petani adalah pemerintah harus memberikan mereka lahan hak guna usaha (HGU), akses modal, termasuk akses pendidikan.
"Sekolah atau universitas harus turut memajukan kampung, misalnya menyekolahkan petani, ada program sarjana masuk desa dan lain-lain," katanya.
Pendidikan penting antara lain untuk menangkal budaya konsumerisme di pedesaan yang mayoritas petani.
Sosiolog Unpad, Budi Rajab, menilai menyusutnya jumlah petani khususnya di Pulau Jawa tidak lepas dari minimnya luasan lahan milik petani. "Di Pulau Jawa kepemilikan lahan kecil-kecil, tidak ada petani memiliki lahan sampai ribuan hektare, paling luas hanya 3 hektare," katanya.
Di saat industri mendesak pertanian, para petani kurang mendapat perhatian dari negara. Banyak petani tidak mendapatkan nilai lebih dari hasil pertaniannya. Sementara itu kebutuhan hidup meningkat. Akhirnya mereka pun menjual lahan.
"Sekarang yang kepemilikannya kecil-kecil menghadapi dilema tak dijual, rugi dijual hanya untung sebentar. Mestinya negara hadir untuk memfasilitasi petani," kata Budi.
Ia menambahkan, negara tidak banyak membantu sektor pertanian. "Padahal dalam undang-undang, konversi sawah harus diganti sawah," ujarnya.