Pasar murah saat Ramadan akan mampu tekan inflasi
Bandung.merdeka.com - Guna menekan inflasi saat bulan suci Ramadan, Bank Indonesia (BI) tengah gencar menggenjot gelaran pasar murah. Seperti yang dilakukannya belum lama ini di Pasar Kosambi. Kegiatan tersebut diberi nama "Pasar Murah Pengendali Inflasi Jawa Barat".
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat yang juga merupakan Ketua Tim Teknis FKPI Provinsi Jawa Barat sekaligus Kepala Dinas Perindag Jawa Rosmaya Hadi, mengatakan pasar murah itu dilakukan di halaman parkir KA Kiaracondong dan halaman parkir kantor pos Kosambi dari tanggal 14 hingga 16 Juni 2016. Acara berlangsung sejak pukul 08.00 sampai dengan 14.00 WIB.
"Kegiatan ini merupakan program inisiatif Kantor Perwakilan Bank Indonesian Provinsi Jawa Barat bekerja sama dengan Perbankan di Jawa Barat untuk membentuk suatu program kepedulian di bulan Ramadan," kata Rosmaya kepada Merdeka Bandung, Kamis (16/6).
Adapun program dimaksud yaitu program Pasar Murah Pengendali Inflasi Jawa Barat yang diselenggarakan tidak hanya di Kota Bandung akan tetapi juga dilaksanakan di Kota Tasikmalaya dan Kota Cirebon.
Dalam pelaksanaannya, tidak hanya kebutuhan pokok dan sandang saja yang diperdagangkan dalam pasar murah tersebut, akan tetapi juga menyediakan penukaran uang dari KPwBI Jawa Barat dan produk perbankan.
"Inflasi yang rendah dan stabil merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu, sumber tekanan inflasi Indonesia tidak hanya berasal dari sisi permintaan yang dapat dikelola oleh Bank Indonesia. Dari hasil penelitian, karakteristik inflasi di Indonesia masih cenderung bergejolak, terutama dipengaruhi oleh sisi suplai sisi penawaran berkenaan dengan gangguan produksi, distribusi maupun kebijakan pemerintah," katanya.
Tak hanya itu, dia melanjutkan, shocks terhadap inflasi juga dapat berasal dari event-event tertentu yang sudah menjadi fenomena tahunan seperti bulan Ramadan. Semestinya Ramadan adalah bulan pengendalian diri. Tentu termasuk di dalamnya pengendalian konsumsi. Namun, fakta berkebalikan.
Pertemuan momentum religi dengan tradisi budaya menjadikan Ramadan hajatan nasional. Gairah 'perayaan' menumbuhkan potensi pasar. Permintaan barang dan jasa meningkat. Uang beredar lebih banyak dan cepat. Imbasnya, harga mayoritas barang dan jasa melonjak akibat tingginya permintaan. Inflasi tak terhindari.
"Sebagaimana disampaikan sebelumnya, fenomena kenaikan harga kebutuhan pokok saat Ramadan dan menjelang Idul Fitri selalu berulang setiap tahun. Hampir semua komoditas bergejolak harganya akibat tingkat konsumsi masyarakat yang berlipat. Padahal, secara tidak disadari, hal tersebut berpengaruh terhadap daya beli masyakarat yang berdaya beli rendah," ujarnya.