Larang musik dangdut vulgar, KPID Jabar dinilai otoriter

user
Farah Fuadona 16 Mei 2016, 15:07 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Pelarangan musik dangdut dengan lirik vulgar yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Barat (KPID Jabar) dinilai kurang tepat. Larangan tersebut cenderung otoriter karena membatasi kreativitas atau kebebasan berekspresi.

“Larangan itu tidak bagus untuk perkembangan musik itu sendiri. Mungkin regulasinya kalau pelarangan itu agak otoriter” kata dosen Ilmu Komunikasi Telkom University, Syarif Maulana saat dihubungi Merdeka Bandung, Senin (16/5). tambah Syarif yang juga pemain musik.

Ia lebih setuju ada pembatasan jam siar untuk lagu-lagu dangdut yang mengandung lirik vulgar. Dengan pembatasan tersebut, lagu-lagu dengan lirik vulgar tidak bisa didengar anak-anak.

Pelarangan terhadap lagu atau produk kesenian malah akan menimbulkan rasa penasaran masyarakat. Sehingga akan makin banyak masyarakat yang mencari yang dilarang itu.

KPID Jabar dinilai tidak etis jika mengeluarkan surat edaran larangan terhadap lagu. Terlebih lagu tersebut belum diputar atau diperdengarkan di lembaga penyiaran, yaitu radio atau televisi.

“Saya pikir begitu (tidak etis) kreativitas seniman harus dijaga. Kalau ada yang negatif nanti ada aduan jangan dilarang sebelum tayang. biarkan tayang dulu lalu nanti masyarakat yang mengadukan seperti pada kasus Smackdown,” ujar Syarif yang juga pemain musik.


Di sisi lain, munculnya larangan KPID Jabar juga harus menjadi otokritik bagi seniman, khususnya pencipta lagu dangdut. Pencipta lagu diharapkan bisa memilih teks atau syair yang tidak vulgar atau bermuatan pornografi.

Khusus musik dangdut, kata dia, sebenarnya termasuk genre musik yang memiliki pangsa pasar yang luas. Sehingga lirik yang diciptakanpun tidak harus mencolok dengan memuat kata-kata vulgar.

“Untuk pencipta lagu dangdut memang harus mencari lirik, jangan sampai teks-teks porno dalam dangdut jadi trend penjualan. Dangdut bisa menjual bukan dari sisi vulgarnya tapi dari sisi lokal dan hiburan rakyatnya. Masih banyak yang bisa digali oleh pencipta lagu,” katanya.

Namun pencipta lagu juga belum tentu mengetahui bahwa KPID sebagai “hakim” untuk karyanya. Sehingga pencipta lagu dalam proses penciptaannya belum tentu mengacu pada aturan KPID. Bagi pencipta lagu yang bertindak sebagai hakim adalah masyarakat atau penikmat lagu. “Menurut saya seorang pengarang lagu saat menulis lagu yang akan menjadi hakim adalah masyarakat bukan suatu otoritas,” tandasnya.

Kredit

Bagikan