Jurnalis Bandung peringati Hari kebebasan pers internasional di taman

user
Farah Fuadona 03 Mei 2016, 13:44 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Puluhan jurnalis yang tergabung dalam Solidaritas Jurnalis Bandung menggelar aksi di Taman Vanda, Jalan Merdeka, Bandung. Mereka memeringati Hari Kebebasan Pers Internasional (World Press Freedom) yang jatuh tiap 3 Mei.

Peserta aksi berasal dari Pewarta Foto Indonesia (PFI), Wartawan Foto Bandung (WFB) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung. Wartawan peserta aksi terdiri dari wartawan media cetak, online, televisi, dan wartawan foto.

Mereka mengusung berbagai poster dan spanduk yang bersi pesan tuntutan untuk menegakan kebebasan pers dan berekspresi.

Dalam aksi yang dimulai pukul 09.00 WIB itu, perwakilan dari PFI, WFB dan AJI Bandung menyampaikan orasinya di taman yang berseberangan dengan Markas Polrestabes Bandung dan Kantor Wali Kota Bandung.
 
Orasi terutama ditujukan kepada kepolisian, khususnya Sat Brimob Polda Jabar yang saat kerusuhan Lapas Banceuy, yang mengintimidasi dan mengancam seorang jurnalis foto peliput kerusuhan, Bambang Prasetyo alias Ibeng.
 
Dalam orasinya Ketua WFB, Djuli Pamungkas, mengatakan bahwa wartawan bertugas menyampaikan fakta dan informasi yang benar. Wartawan bukan tukang fitnah tetapi mengabarkan hasil liputannya di lapangan.
 
“Keluaga kami, Ibeng mendapat perlakuan tak menyenangkan. Rekan Bapak (polisi) mengintimidasi dan mengancam Ibeng. Hari-hari tak lagi cerah jika tidak ada kebebasan,” kata Djuli
 
Ia juga menyerukan, ada tiga beban yang dihadapi wartawan saat meliput di lapangan, yakni tugas menyampaikan kebenaran kepada publik, keselamatan keluarga dan anak, hingga nyawa diri sendiri.
 
Sementara Sekertaris AJI Bandung Tri Joko Heriadi mengungkapkan sejumlah kasus pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi yang terjadi di Kota Bandung belakangan ini, antara lain upaya pembatalan pementasan teater Tan Malaka di IFI Bandung.
 
Lakon tersebut akhirnya bisa dipentaskan setelah Wali Kota Ridwan Kamil menjamin pementasan. Setelah adanya jaminan tersebut, aparat kepolisian baru berjaga-jaga.
 
Namun langkah Pemerintah Kota Bandung maupun kepolisian terlambat. Seharusnya tugas pemerintah daerah dan kepolisian mencegah sebelum terjadinya pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi. “Peran pemerintah dan polisi sebagai aparat hukum harus menjamin kebebasan berekspresi setiap warga negara termasuk jurnalis,” kata dia.
 
Aksi yang berlangsung damai tersebut ditutup dengan pembacaan tujuh poin pernyataan sikap, yakni mengutuk segala tindakan kekerasan terhadap jurnalis, lembaga, atau pribadi yang menyampaikan ekspresinya.

Kedua, menuntut penghentian kekerasan terhadap jurnalis oleh semua pihak; ketiga Kepolisian Daerah Jawa Barat diminta segera mengklarifikasi dan mencabut ancaman serta intimidasi terhadap jurnalis oleh anggota Brigade Mobil yang bertugas saat kerusuhan Lapas Banceuy.
 
Keempat, menghentikan impunitas dan mengusut tuntas kasus kekerasan yang terjadi pada jurnalis. Kelima, melindungi dan melayani segenap warga negara yang hendak memperoleh informasi dan menyampaikan ekspresinya lewat berbagai media selama tidak bertentangan dengan dasar negara.

Selain itu, publik untuk selalu memberikan kritik terhadap media massa dengan mengacu pada UU Pers, dan ketujuh agar seluruh jurnalis selalu menjunjung dan menerapkan kode etik dalam menjalankan tugasnya.

Usai pembacaan tuntutan, para jurnalis menggalang tanda tangan di atas sepanduk yang menolak kekerasan terhadap jurnalis.

Kredit

Bagikan