Perang tak bernama dan cerita perampasan ruang hidup orang Halmahera


Bedah buku orang Halmahera
Bandung.merdeka.com - Halmahera termasuk satu di antara sekian banyak daerah di Indonesia yang rusak akibat pembangunan dan pertambangan. Cerita ini diangkat dalam buku Perampasan Ruang Hidup: Cerita Orang Halmahera yang dibedah di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, Selasa (16/2).
Buku yang ditulis tim penilis Surya Saluang, Didi Novrian, Risman Buamona, Meifita Handayani ini menyajikan riset lapangan yang dilakukan pada 2012. Buku ini memotret masuknya investor ke Halmahera, pembangunan di era pasca-reformasi dan maraknya pertambangan liar.
Salah satu tim penulis, Surya Saluang, mengatakan buku tersebut mulai dicetak pada2015. Buku kemudian di sebar di kampung-kampung di Halmahera.
"Di daerah respon buku ini seperti menceritakan dirinya sendiri. Itu karena memang sudah tujuan buku ini," kata Surya.
Buku tersebut kemudian disebar ke Jawa. "Dana hasil penjualan buku untuk kawan-kawan Rumah Belajar di Halmahera," katanya.
Buku setebal 255 halaman itu diterbitkan penerbit Tanah Air Beta bersama Tim Belajar, Salawaku Institute, dan Koran Maluku.
Buku tersebut bercerita tentang hilangnya pulau-pulau kecil di Halmahera akibat pertambangan. Pertambangan yang massif menyisakan kerusakan alam parah. Pasca-penambangan, lokasi bekas tambang ditinggalkan begitu saja.
Penambangan di Halmahera mulai massif terjadi pasca-konflik Ambon dan era reformasi. Halmahera sendiri menghadapi konflik baru akibat pembangunan dan pertambangan.
"Dulu di Halmahera tak kenal konfrontasi antar desa, hanya karena masalah batas. Sekarang berkelahi rebutan batas," kata Didi Novrian, anggota tim penulis lainnya.
Buku yang kemudian dibawa keliling kampung itu menyadarkan pentingnya menyelamatkan alam dari kerusakan. "Setelah buku diputar, ada aksi menghadang kapal tongkang di Teluk Buli. Di sana bikin Rumah Belajar, dekati ketua-ketua adat dan tokoh agama. Mulai ada narasi agar kampung tak hancur," tuturnya.
Menurur Hendro Sangkoyo yang menulis kata pengantar buku, buku tersebut menunjukkan bahwa ada sebuah perang tak bernama yang terjadi di kepulauan Indonesia itu. "Kampung-kampung di Halmahera tak pernah damai," katanya.
Ia menambahkan, buku tersebut berisi potret bagaimana sebuah pulau di Indonesia memasuki zaman kapitalis yang brutal sekali. Dalam konteks kapitalis, buku menunjukkan bahwa manusia-manusia tak lagi penting. Yang penting adalah emas dan minyak.
BERITA TERKAIT
Pengakuan Bharada E di Balik Perintah Tembak dari Atasan
Pengakuan Bharada E di Balik Perintah Tembak dari Atasan
5 Poin Rekomendasi Kebijakan Siap Diusulkan T20 dalam Forum G20
Alami Pengapuran Sendi Lutut? Coba Minum Susu Nutrisi
Perawatan Kulit Kian Diminati, BeautieSS Resmikan Satu Klinik Baru
Aswita Dewi Ingin Batik jadi Pakaian Kekinian
Amazit T-Rex 2 Jadi Jam Tangan Pintar Bagi Para Petualang
Aplikasi Jantungku Jadi Solusi Layanan Kesehatan Jantung, Ini 6 Fitur Unggulannya
Jejak Kopda Muslimin Sebelum Ditemukan Tewas di Rumah Orang Tua
Gleaneagles Hospital Punya Inovasi Teknologi Baru Bernama Gamma Knife
Kerry Indonesia Kembali Meraih Penghargaan HR Asia Awards 2022
Gandeng Aurel Hermansyah, CKL.LOOKS Akan Rilis Produk Eksklusif
Dukungan Orangtua Dalam Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi Pasca Pandemi
Tidak Pelit Ilmu, Hendra Hidayat Dikenal Sebagai Pionir Implan Gigi di Indonesia
Linde Indonesia Akan Pasok Gas Industri dengan Kemurnian Tinggi ke PT Freeport
KORIKA Gelar Webinar Kecerdasan Artifisial (AI) Bidang Kesehatan
Garmin Run Club Menjadi Wadah Bagi Para Pecinta Olahraga Lari
Jam Tangan Pintar yang Bisa Jadi Pilihan Para Pelari Karena Fitur Canggihnya
Alasan Mengapa Reinvestment Keuntungan Sangat Krusial Bagi Bisnis
EdenFarm Berbagi Hewan Kurban dengan Komunitas Tani di Sekitar ECF
Trademark Market Hadir Lagi, Kini Tenantnya Lebih Banyak