Fatwa haram saja tidak cukup, perlu ada dialog dengan LGBT

user
Mohammad Taufik 10 Februari 2016, 10:15 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Lesbian, gay, biseksual dan transgender/transeksual (LGBT) ada di tengah-tengah masyarakat. Namun melihat LGBT tidak bisa secara hitam-putih. Apalagi ditindak dengan cara main hakim sendiri. Negara diminta melakukan dialog dengan pegiat-pegiat LGBT.

Konsultan perlindungan anak, Suratman, menuturkan pernah menemukan kasus anak yang menyukai sesama jenis. Setelah diselidiki, sang anak adalah korban pelecehan dari anggota keluarganya sendiri.

"Pantaskah anak tersebut disalahkan? Saya kira melihat masalah ini tidak bisa hanya dengan kacamata benar-salah, karena situasinya kompleks," kata Suratman, dalam Obrolan Teras Sindo yang mengangkat tema 'LGBT, Bagaimana Kita Bersikap' di Bandung, Selasa (09/02).

Menurut dia, faktanya LGBT ada di masyarakat. Meski demikian, tidak bisa masyarakat bertindak sendiri-sendiri dengan cara-cara tidak manusiawi. Hanya negara yang bisa melakukan tindakan.

Namun, kata dia, negara tidak bisa menghadapi masalah LGBT dengan cara-cara represif. "Harus dialog secara terbuka. Cara-cara represif tidak akan menyelesaikan persoalan," ujarnya.

Dengan dialog, kata dia, akan dicari solusi bersama dari kedua sisi. Dari sisi negara, LGBT di Indonesia tidak bisa dibenarkan karena bertentangan dengan norma umum maupun hukum positif.

Sedangkan dari pihak LGBT, mereka menghadapi orientasi seksual yang tak bisa dipaksa untuk diubah. Bagi mereka, LGBT adalah hak asasi.

Ia juga mengatakan, fatwa haram terhadap LGBT juga tidak menyelesaikan masalah. "Fatwa tidak akan mengurangi gerakan ini. Harus ada upaya nyata dari pemerintah untuk membangun dialog dengan mereka," katanya.

Ketua MUI Jabar Jawa Barat, Rachmat Syafii, mengakui fatwa MUI tidak akan mengurangi penyebaran paham LGBT. Namun hukum postif di Indonesia juga menolak adanya pernikahan sesama jenis atau LGBT.

Selain itu, hak asasi manusia memiliki sejumlah ketentuan yang diadopsi dalam Undang-undang suatu negara. "Dalam undang-undang kita jelas menolak. Negara kita berdasarkan ketuhanan YME, artinya semua agama di Indonesia tak menerima itu (LGBT)," tandasnya.

Kredit

Bagikan