Anak punk minta uang dengan intimidasi, banyak warga Bandung stres
Bandung.merdeka.com - Lantaran keberadaanya dianggap meresahkan masyarakat, Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung menjangkau ratusan anak punk. Sepanjang tahun 2015 setidaknya ada 300 anak punk dijangkau oleh Dinsos Kota Bandung.
Sekretaris Dinas Sosial Kota Bandung Medi Mahendra menuturkan, penjangkauan terhadap anak punk dilakukan sebab banyak mendapatkan laporan dari mayarakat yang merasa terganggu dari keberadaan mereka.
"Kalau lihat pergerakan anak punk, semakin banyaknya aspirasi warga kota merasa terganggu. Mereka meminta-minta tapi kalau enggak dikasih malah mengintimidasi. Bentuk intimidasinya misalnya dia bilang 'saya baru keluar dari tahanan bukan maksud minta minta, hanya sebatas untuk ngamen'. Nah gimana orang enggak stres, kalau enggak dikasih dia mencak-mencak," ujar Medi kepada Merdeka Bandung, Rabu (6/1).
Terlebih lagi, kata Medi, penampilan anak punk yang 'tak biasa'. Dengan gaya rambutnya yang khas diangkat ke atas, ditambah lagi dengan anting-anting dan tato di tubuhnya membuat penampilan mereka 'menakutkan' bagi sebagian masyarakat yang melihat.
Medi mengaku menyayangkan tindakan mereka, sebab sebagian besar anak punk ini merupakan usia sekolah dari umur 13-18 tahun. Menurut dia, sebagian besar dari mereka berasal dari luar kota yang datang melalui pintu-pintu masuk ke Kota Bandung.
Khusus untuk penanganan anak punk ini, Dinsos berkerja sama dengan Komando Distrik Militer (Kodim) setempat. Secara rutin mereka melakukan penjangkaun di sejumlah titik-titik strategis di pintu-pintu masuk menuju Kota Bandung.
"Sebagian besar anak punk kita jangkau di daerah Ujung Berung, Soekarno Hatta, Pasir Koja, Cigereleng. Pokoknya di jalur masuk dari wilayah perbatasan," katanya.
Medi menjelaskan, Dinsos bersama Kodim melakukan pembinaan terhadap anak-anak punk yang berhasil dijangkau. Mereka diberikan pembinaan mental kebangsaan dan bela negara. Selain itu rambut mereka juga sengaja digunduli. Hal ini menjadi semacam shock therapy bagi anak-anak punk.
"Di satu sisi kita mengambil langkah represif. Dengan mereka digunduli ini menjadi semacam shock therapy, dan alhamdulillah mereka enggak turun lagi ke jalan. Cara itu cukup efektif ternyata, karena mereka takut digunduli. Ada yang bilang cara itu enggak manusiawi, tapi kalau enggak begitu terus enggak selesai-selesai,"ungkapnya.
Medi mengungkapkan, dinsos sendiri sebenarnya sudah menawarkan kepada mereka untuk mengikuti program pelatihan dan keterampilan yang digelar di tempat rehabilitasi Cisarua. Namun sebagian besar dari mereka enggan mengikuti program tersebut.
"Kita sudah siapkan progran pelatihan dan keterampilan untuk mereka. Kita beri pelatihan, keterampilan buat mereka. Kemudian kita beri bantuan modal juga. Namun ternyata setelah kita tunggu malah enggak datang. Ditawarkan begitu saja enggak mau. Jadi ini kembali ke sikap mental," ungkap Medi.
Tahun 2016 ini, pihaknya masih akan gencar melakukan penjangkauan, terutama di kawasan 15 titik di Kota Bandung. Selain itu pihaknya juga membentuk tim khusus bernama Unit Social Responsibilty (USR).
"Tim ini akan cepat merespon berbagai laporan dari masyarakat seperti gelandangan, pengemis, anjal termasuk anak punk. Tim ini yang akan menindaklanjuti laporan dari masyarakat sekaligus membuat strategi penjagkauan secara rutin," terang Medi.