Kelas Rawat Inap Akan Dihapus, Hanya Akan Ada Layanan Kelas Standar
Bandung.merdeka.com - Pelayanan Kelas Rawat Inap (KRI) akan segera dihapus. Nantinya tidak ada lagi kelas 1, 2 dan 3 untuk peserta. Ke depan akan dilebur menjadi satu dan hanya akan ada satu kelas yakni kelas standar.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Muttaqien menuturkan, rencana pemberlakuakn satu kelas rawat inap tersebut untuk menerapkan kembali prinsip ekuitas sesuai dengan amanah Undang-Undang. Pihaknya saat ini bersama kementerian terkait masih merumuskan kelas rawat inap 'tunggal' tersebut.
"Progres dari perumusan kelas rawat inap Jkn kami perkirakan sudah hampir sekitar 80 persen ya, jadi sudah kita diskusikan tentang kriteria kelas rawat inapnya ada 11 kriteria. Karena ini ada tim kan dari DJSN dan Kemenkes terus dari Kemenkeu. Untuk kriterianya DJSN yang menyusun, sementara untuk tarif oleh Kemenkes. Kemarin kita harapkan sudah hampir final juga," kata Muttaqien dalam diskusi bersama awak media, Jumat (13/11).
Muttaqien menyebutkan, salah satu yang dibahas yakni terkait iuran. Terkait iuran ini diakuinya memang membutuhkan proses.
"Kemudian yang belum memang terkait dengan iuran. Iuran masih kami bahas terus sampai sekarang yang belum selesai. Ketika selesai nanti kita akan hitung. Setelah ini dampaknya adalah peserta jkn makin kuat makin berlanjut dan berkualitas," katanya.
Muttaqien menyebut jika pihaknya juga terus melakukan komunikasi dengan pihak rumah sakit, baik swasta ataupun milik pemerintah. Sebab, rencana penghapusan kelas ini akan dilakukan bertahap hingga tahun 2022 mendatang. Untuk masa transisi awal, pada tahun 2021 hingga 2022, akan diberlakukan dua kelas standar yakni A dan B. Baru pada 2024 akan diberlakukan kelas tunggal.
"Kami terus komunikasi dengan rumah sakit dengan ini secara ide mereka mendukung karena ini amanah UU. Tapi rumah sakit butuh waktu untuk penyesuaian. Rumah sakit swasta paling tidak butuh 6 bulan untuk penyesuaian. Kami tidak mungkin di awal 2021 ini. Kalau rumah sakit milik pemerintan dari apbd ditetapkan sampai dana keluar itu butuh 3 sampai 6 bulan. Jadi kita mendengarkan masukan-masukan. Jangan sampai ditolak stakeholder," ungkapnya.
"2020 kita harapkan selesai semua kajian. Setelah itu sosialisasi ke masyarakat yang lebih besar lagi. Nanti kita sosialisasi terus susun perpres karena butuh revisi dari perpres," sambung dia.