Guru Besar Unpad: Perlu Instrumen Hukum yang Kuat untuk Efek Jera Pelanggar PSBB
Bandung.merdeka.com - Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah wilayah di tanah air masih banyak diwarnai berbagai pelanggaran oleh masyarakat. Untuk itu perlu ketegasan dari pemerintah untuk membuat efek jera.
Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran Bandung, Muradi, menilai perlu instrumen hukum yang kuat untuk memberi efek jera. Lewat penegakan hukum kata Muradi diharapkan masyarakat dapat patuh terhadap PSBB.
Menurut Muradi, saat ini aspek penegakan hukum dinilai masih rendah karena belum ada ketegasan bagi pelanggar PSBB. Sehingga dikhawatirkan berpengaruh terhadap kedisiplinan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan. Ketidaktegasan ini terjadi karena tidak adanya kewenangan bagi polisi dan TNI dalam menjalankan tugasnya.
"Instrumen hukum PSBB kurang kuat karena hanya berdasarkan undang-undang karantina wilayah dan penanggulangan bencana," kata dia kepada awak media.
Muradi mencontohkan, pelanggaran yang banyak terjadi yakni saat banyak masyarakat yang mudik. Para pelanggar pun hanya diminta pulang kembali oleh aparat yang bertugas.
"Jadi tidak ada efek jera," ucap Muradi.
Untuk itu lanjut Muradi, perlu penambahan instrumen hukum dalam PSBB agar peran aparat dalam hal ini polisi bisa lebih maksimal salah satunya dengan menggunakan unsur pidana.
"Jadi mereka yang ngeyel (tidak mematuhi protokol kesehatan) selama PSBB bisa segera ditangani. Ini penting agar memberi efek jera," kata dia.
Muradi menjelaskan jika dengan hukum pidana masih kurang, menurutnya perlu digunakan darurat sipil bahkan darurat militer agar PSBB berjalan efektif.
"Tapi saya tidak berharap PSBB plus darurat sipil atau PSBB plus darurat militer. Saya berharap dengan (PSBB) ditambahkan hukum pidana, sudah bisa memberi efek jera (bagi pelanggar)," ujarnya.
Jika ketidaktegasan dalam PSBB ini berlanjut, menurutnya akan terjadi eskalasi ancaman keamanan pada parameter lain, yakni meluasnya penyebaran virus korona. Apalagi saat ini memasuki arus mudik Lebaran 2020.
"Sekarang saja covid-19 sudah ada di 34 provinsi," katanya.
Dia menjelaskan, berdasarkan hasil kajiannya, indeks keamanan pada masa pandemi ini berada pada angka 0,47 dari rentang penilaian 0-1. Angka ini muncul dari sejumlah parameter yang dihitungnya seperti pergerakan masyarakat, konsentrasi massa, ketersediaan kebutuhan dasar, penegakkan hukum, perluasan pandemi, dan koordinasi kelembagaan.
"Nilai 0 diartikan keamanan kondusif, nilai 1 diartikan keamanan tidak kondusif," katanya.