Gerakan Radikalisme Diprediksi Terus Berkembang di Tahun 2020

user
Endang Saputra 28 Januari 2020, 15:38 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Potensi gerakan radikalisme diprediksi terus berkembang. Jumlah konten radikal di dunia maya jumlahnya terus bertambah setiap tahun. Data Kominfo mencatat, pada tahun 2018 sedikitnya ada 10.449 konten radikal yang teridentifikasi. Jumlah ini meningkat di tahun 2019 yakni mencapai 11.800 konten.

Kasubid Kewaspadaan dan Deteksi Dini Kesbangpol Kota Bandung Ridwan Herianto mengatakan, bahwa radikalisme saat ini telah berubah. Salah satu yang membahayakan adalah anarkisme.

"Jadi ternyata sekarang berubah, sekarang muncul apa yang disebut anarkis. Ini yang harus diperhatikan. Karena sebetulnya ini membahayakan," kata Ridwan di acara diskusi publik 'Potensi Gerakan Radikalisme di Tahun 2020" yang digelar Federasi Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Pasundan di Kampus Unpas Jalan Dr Setiabudi Bandung, belum lama ini.

Menurut dia, tren di tahun 2020 potensi radikalisme diprediksi terus berkembang. Di Bandung sendiri kata dia ada sejumlah spot yang menjadi tempat berkembangnya gerakan radikal. Salah satunya kampus.

"Tren 2020 ini masih sama seperti 2019. Di Kota Bandung banyak potensinya, kampus saja banyak sebab spot-spot di kampus ini menjadi sasaran karena mereka berkembang di lingkungan itu. Nah bagaimana caranya kita mengenal gerakan mereka, intinya ketika sudah mulai menentang pemerintah dan anarkis, nah itu. Menyampaikan aspirasi boleh, demo boleh, tapi tertib, ada audiensi," ungkapnya.

Sementara itu Gubernur Federasi Mahasiswa Fakultas Teknik Unpas
Raja Faisal mengungkapkan, gerakan radikalisme masih menjadi ancaman di 2020. Terutama melalui media sosial yang seringkali dimanfaatkan untuk menyampaikan pesan-pesan radikal.

"Tahun 2018 menunjukan terdapat 19 kejadian aksi teror yang menjadi perhatian publik, tidak hanya itu di tahun 2019 juga terjadi sebanyak delapan aksi tindakan terorisme," ucapnya.

Di media sosial, lanjut Raja Faisal, sebaran faham radikalisme terus dihembuskan secara masif. Konten-konten radikal telah teridentifikasi dan dilakukan takedown oleh Kemenkominfo.

"Hal tersebut dipengaruhi sejumlah faktor, diantaranya komunikasi di media sosial telah mempercepat penyebaran paham radikal meningkat dan menjadi racun yang sulit mendapatkan penawar. Media sosial yang notabene menjadi media yang mudah diakses saat ini dimanfaatkan oleh radikalis untuk menyebarkan pesan yang borderless (tanpa batas) dan partisipatif," ungkapnya.

Dia berharap, dengan adanya diskusi ini para mahasiswa bisa lebih memahami dan bisa menggiring opini positif bagi mahasiswa termasuk juga bagi masyarakat umum.

"Mahasiswa sangat rentan terhadap gerakan radikalisme, di luar banyak sekali gerakan berbau radikalisme. Makanya harus punya dasar," katanya.

Kredit

Bagikan