APBD-P ditolak dan gagal raih WTP, Pengamat: Jadi alarm tanda bahaya tuk Pemkot

user
Endang Saputra 05 November 2018, 15:25 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD P ) Kota Bandung tahun 2018 yang ditolak oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat menjadi masalah yang sangat serius. Penolakan pengajuan APBD P Kota Bandung terjadi karena melewati batas waktu. Sebab, banyak program yang terimbas akibat ditolaknya pengajuan APBD P 2018 Kota Bandung.

Pengamat masalah kebijakan H.Tubagus Kun menyebut, penolakan pengajuan APBD P 2018 sebenarnya tidak perlu terjadi jika Pemkot Bandung sigap. Sebab ditolaknya pengajuan APBD P terjadi bukan karena hal-hal prinsip, melainkan karena lalai menepati waktu.

"Ini saya rasa agak memalukan, 'asa remeh temeh', sekaliber Pemkot Bandung terlambat mengajukan anggaran. Bukan karena hal-hal prinsip, melainkan karena lalai menepati waktu," ujarnya kepada wartawan, Senin (5/11).

Menurut dia, penolakan APBD P 2018 berdampak buruk terhadap realisasi program yang telah direncanakan. Dengan ditolaknya APBD-P otomatis Pemkot Bandung hanya bisa menggunakan anggaran murni.

"Dampaknya amat buruk, karena di sisa tahun, Pemkot terpaksa hanya bisa gunakan anggaran murni. Berapa banyak program yang terhambat? Berapa kerugian yang diderita Pemkot dan rekanan?," kata Kun.

Tak hanya itu, Kun pun menyayangkan, Kota Bandung kembali gagal meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2017. Dua hal ini kata dia harus jadi alarm tanda bahaya bagi Pemkot.

"Bayangkan, dari 28 pemda di Jabar, hanya tiga yang gagal raih WTP, yaitu Kota Bandung, Kab. Bandung Barat dan Kab. Subang. Kan sedih Kota Bandung masuk dalam minoritas yang laporan keuangannya masih ada masalah," kata dia.

Terpisah, Ketua Departemen Tatanegara FH Unpad Prof. Susi Dwi Harijanti, menyoroti soal belum dilantiknya Sekda definitif oleh Wali Kota Bandung Oded M. Danial. Dia menilai Wali Kota telah melakukan penundaan yang tidak semestinya, yakni memperlambat sebuah keputusan, tanpa alasan yang bisa diterima.

Menurutnya, ketika Gubernur Jabar menyurati Wali Kota agar Beny Bachtiar segera dilantik, keputusan itu harus segera dilaksanakan. Karena jika Sekda definitif tak segera dilantik, akan menimbulkan krisis kepemerintahan, yang berimbas pada banyak hal, termasuk pembangunan, administrasi dan SDM.

"Jadi Gubernur sudah bisa melakukan sanksi berupa teguran, karena Wali Kota tak menjalankan keputusan yang dikeluarkannya,"katanya.

Kredit

Bagikan