Secara resmi BPOM umumkan kental manis adalah susu

user
Endang Saputra 28 Oktober 2018, 11:06 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Belakangan marak diperbincangkan perihal kategori kental manis yang tidak termasuk sebagai susu. Secara resmi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan bahwa kental manis adalah susu. Pertanyaan itu hadir seiring dengan diterbitkannya aturan label pangan olahan, termasuk di dalamnya mengatur susu kental manis (SKM).

Dalam aturan yang baru, BPOM mempertegas posisi SKM sebagai salah satu kategori produk susu serta ketentuan-ketentuan penggunaannya. Penerbitan aturan tersebut mengakhiri polemik SKM yang terjadi di masyarakat dalam beberapa waktu terakhir.

Peraturan Kepala (Perka) BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan ini merupakan revisi Peraturan BPOM Nomor 27 tahun 2017 tentang Pendaftaran Pangan Olahan.

"Selama ini peraturan tentang label mungkin agak membingungkan karena berada di banyak tempat, hari ini disatukan dalam satu Perka BPOM," ujar Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito dari keterangan tertulis yang diterima Merdeka Bandung, Sabtu (27/10).

Aturan ini sekaligus memperjelas ketentuan label produk susu kental manis. Dalam aturan yang baru, BPOM kembali menegaskan bahwa susu kental manis merupakan kategori produk susu. Hal ini sesuai aturan yang sudah berlaku selama ini baik secara nasional maupun internasional. Beberapa waktu terakhir, sebagian pihak menggulirkan pernyataan yang berupaya mengaburkan posisi SKM dengan menyatakan produk ini bukan susu atau tidak memiliki kandungan susu.

"Adanya peraturan BPOM yang baru diharapkan bisa meluruskan informasi yang simpang siur sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang benar. Susu kental manis itu aman tapi bukan sebagai pengganti ASI," tegas Penny.

Perka BPOM Nomor 31/2018 mewajibkan produsen mencantumkan beberapa hal pada label susu kental manis agar masyarakat dapat memanfaatkan produk ini sesuai fungsinya. Pada label SKM, produsen wajib mencantumkan keterangan bahwa, SKM tidak untuk menggantikan air susu ibu (ASI), tidak cocok untuk bayi sampai usia 12 bulan, serta tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya sumber gizi.

Ketentuan-ketentuan dalam label kemasan SKM tersebut lebih tegas dan lebih detail dibandingkan aturan sebelumnya di mana label SKM hanya diwajibkan mencantumkan kalimat ‘tidak cocok untuk untuk bayi sampai usia 12 bulan’.

Aturan label yang lebih ketat itu dibuat untuk menghindari penggunaan SKM oleh masyarakat sebagai pengganti ASI. Padahal, bayi pada usia tertentu sangat membutuhkan ASI yang tidak bisa digantikan oleh kategori produk susu manapun.

Penny menegaskan terbitnya Perka No 31/2018 sekaligus menganulir Surat Edaran Nomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 tentang Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya yang dikeluarkan pada 22 Mei 2018. Menurutnya, setelah Perka BPOM terbit maka surat edaran tersebut sudah tidak berlaku lagi.

"BPOM akan terus melakukan sosialisasi Perka BPOM Nomor 31/2018 kepada masyarakat dan para pemangku kepentingan di industri susu dan produk olahan susu. Sosialisasi dilakukan sekaligus untuk mengedukasi masyarakat terkait pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi seimbang bagi tubuh. Kami ada bagian yang khusus untuk melakukan sosialisasi ke masyarakat," jelas Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Tetty Helfery Sihombing.

Dia berharap produsen susu kental manis dan produk pangan lain dapat secepatnya mengikuti ketentuan-ketentuan baru terkait label. Sesuai Perka BPOM yang baru, produsen diberikan masa transisi selama 30 bulan setelah aturan terbit agar produk yang sekarang beredar menyesuaikan dengan ketentuan label yang baru. Bagi produk baru akan langsung mengikuti peraturan ini.

"Kami akan dorong pelaku industri untuk menerapkan aturan ini," kata Tetty.

Dengan adanya aturan label dan iklan SKM yang ketat, Tetty berharap masyarakat dapat memanfaatkan susu kental manis sesuai fungsi yang semestinya. Menurutnya, SKM aman dikonsumsi oleh siapa saja sepanjang tidak dipergunakan sebagai pengganti ASI. Selain itu masyarakat, harus diedukasi agar mau membaca label produk agar bisa mendapatkan informasi secara benar.

Kredit

Bagikan