50 Hingga 55 persen transaksi keuangan di Indonesia masih tunai
Bandung.merdeka.com - Di tengah maraknya metode pembayaran non-tunai, pembayaran tunai ternyata masih menjadi tulang punggung transaksi keuangan di Indonesia. Laporan ‘The G4S World Cash Report’ yang dirilis oleh G4S menyebutkan bahwa 50 hingga 55 persen transaksi keuangan di Indonesia masih menggunakan metode pembayaran tunai.
Hal ini juga ditemukan di 18 negara dari 24 negara yang disurvei untuk laporan ini, seperti India dan Thailand, yang masih banyak menggunakan sistem tunai dan cash on delivery.
The G4S World Cash Report melakukan survei di 47 negara yang meliputi 75 persen populasi global dan lebih dari 90 persen Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dunia. Kesimpulan utama dari survei ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan transaksi tunai terus meningkat secara global, walaupun ada peningkatan pilihan pembayaran elektronik, termasuk mobile, dalam beberapa tahun terakhir.
Laporan ini menggunakan dua instrumen utama untuk mengukur peningkatan kebutuhan akan tunai, yakni rasio Peredaran Uang Tunai (Currency in Circulation, CIC) terhadap PDB serta peningkatan penarikan uang tunai di negara-negara yang terlibat dalam survei.
Di Indonesia, selama kurun waktu 2012 hingga 2016, Peredaran Uang Tunai (CIC) tumbuh 53,1 persen menjadi Rp 528,53 triliun, sementara jumlah total penarikan uang tunai di ATM dalam periode yang sama meningkat sebesar 65,5 persen menjadi Rp 2.353 triliun. Jumlah ATM di seluruh Indonesia pun mengalami peningkatan sebesar 54,3 persen dalam periode 2012 hingga 2016 menjadi 104.419 ATM.
Sementara di tingkat global, pertumbuhan jumlah ATM mencapai 11,2 persn setiap tahunnya. Negara-negara Asia mencatatkan pertumbuhan rata-rata per tahun tertinggi yang mencapai 16,3 persen dengan Tiongkok, Indonesia, dan Thailand sebagai tiga negara teratas dengan pertumbuhan jumlah ATM terbanyak.
Chief Executive G4S untuk Global Cash, Jesus Rosano mengatakan, pembayaran tunai tetap menjadi bagian penting dalam ekonomi global sehari-hari. Survei yang kami lakukan menunjukkan bahwa, berbeda dengan opini yang beredar, kebutuhan akan uang tunai masih terus tumbuh dengan pasti dan berpengaruh pada PDB.
"Masyarakat percaya pada uang tunai. Uang tunai bebas digunakan dan selalu tersedia, bersifat rahasia, tidak bisa dibajak, dan tidak bergantung pada mobile apps di telepon genggam yang sangat bergantung pada kekuatan baterai. Sejumah karakter unik ini menjadikan uang tunai tetap signifikan bagi masyarakat di benua manapun mereka tinggal," ujar Rosano dari siaran berita yang diterima Merdeka Bandung, Kamis (6/9).
Dia menambahkan, G4S World Cash Report juga menyimpulkan bahwa masyarakat di berbagai belahan dunia menggunakan beragam pilihan metode pembayaran. Tidak ada satu wilayah pun di dunia ini yang hanya menggunakan satu pembayaran yang sama, dan uang tunai tetap memegang peranan penting.
"Karena uang tunai tetap menjadi pilihan pembayaran yang penting, maka sangat penting bagi dunia bisnis dan institusi untuk mengatur siklus uang tunai mereka secara efisien," ujarnya.
Meskipun uang tunai masih memainkan peran penting dalam transaksi keuangan di Indonesia, harus diakui bahwa opsi pembayaran non-tunai juga tumbuh pesat. Transaksi kartu debit, misalnya, tumbuh 84 persen di periode 2012-2016, sementara transaksi kartu kredit tumbuh 37,7 persen dan transaksi eMoney tumbuh 578,9 persen.
G4S World Cash Report juga menemukan bahwa walaupun pembayaran menggunakan uang tunai masih sangat kuat di Indonesia dan India, tetapi Korea Selatan dan Tiongkok memperlihatkan perubahan besar ke metode pembayaran elektronik dengan hadirnya Quick Response dan AliPay.
Group Chief Executive G4S, Ashley Almanza menjelaskan, bahwa G4S memiliki komitmen untuk terus memberikan pengelolaan uang tunai dengan baik dan efisien kepada semua pelanggannya.
"Teknologi pengelolaan uang tunai yang kami miliki memungkinkan kami untuk memberi manfaat kepada pelanggan melalui beberapa produk seperti Cash360 dan G4S Pay," kata Ashley.
The G4S World Cash Report akan dipaparkan dalam Asia Cash Cycle Seminar (ICCOS) Asia di Yogyakarta, pada 5 September, dan juga dalam pertemuan ICCOS regional di Los Angeles dan Ghana sepanjang tahun 2018 dan awal 2019. Laporan dari survei ini pertama kali dipaparkan dalam European Cash Cycle Seminar (ICCOS) di Dublin pada 17 April 2018.