Teliti ubi Cilembu, 6 mahasiswa ITB raih prestasi di ajang internasional

user
Endang Saputra 15 Agustus 2018, 15:03 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Ubi Cilembi dikenal sebagai salah satu penganan lokal di wilayah tatar parahyangan. Makanan ini kian digemari karena rasanya yang manis.

Lewat penelitian tentang ubi cilembu, enam mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) berhasil meraih prestasi dalam The 2nd International Conference on Engineering Innovation (ICEI) yang diselenggarakan di Bangkok, Thailand. Mereka berhasil menyabet Best Oral Presentation pada acara yang digelar pada 5--6 Juli 2018 lalu.

Keenam mahasiswa tersebut antara lain Chusna Amalia dari jurusan Mikro Biologi, sementara Arka Irfani, Enden Dea Nataya, Galih Ganiyasa, Semeru Gita Lestari, dan Pranandika Jaya adalah dari jurusan Biologi. Chusna sebagai perwakilan tim, mempresentasikan penelitian mereka mengenai microvial cellulose dari ubi Cilembu yang dapat dikembangkan menjadi sustainable material sebagai alternatif bahan kulit.

Diketahui, Ubi Cilembu adalah kultivar ubi jalar yang merupakan ras lokal asal Sumedang, Jawa Barat. Ubi jalar yang kaya akan vitamin ini populer di kalangan konsumen khususnya masyarakat Jawa Barat. Sebab ubi ini punya rasa yang manis sehingga sering juga disebut sebagai ubi simadu. Karena ubi ini amat terkenal, sehingga mudah untuk didapatkan.

Paper mereka masuk ke dalam kategori advanced material. Tidak hanya advanced material, konferensi ini terbagi atas berbagai kategori seperti IoT, technology and medical devices, hingga civil construction.

Tahapan seleksi yang mereka lakukan tentu tidak mudah, mereka mengawalinya dengan mengumpulkan paper. Dari 600-an paper dari 35 negara yang masuk, hanya 56 paper yang lolos dan diundang untuk melakukan presentasi di Bangkok, Thailand.

Menurut Chusna, salah satu hal yang membuat ia dan lima temannya berhasil meraih penghargaan sebagai best oral presentation adalah cara mereka mengemas presentasi yang mereka sampaikan dengan semenarik mungkin.

"Kami juga menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh orang-orang dari segala bidang," kata Chusna dalam siaran persnya.

Selain mengemas presentasi dengan baik, dikatakan Chusna, tim juga melihat kekurangan presentasi dari kelompok lain. Banyak dari kelompok lain menyampaikan materi menggunakan istilah-istilah sulit dimengerti, penjelasan yang terlalu detail dan monoton. Sehingga audiens pun kesulitan untuk memahami hasil penelitian yang disampaikan.

"Produk yang kami tawarkan merupakan inovasi baru dalam industri material dan berpotensi untuk diterapkan sebagai sustainable material pengganti kulit. Tak hanya itu, tim juga membawa produk purwarupa (prototype) saat melakukan presentasi,"kata dia.

Sehingga selain presentasi mereka juga langsung memperlihatkan hasil dari penelitian tersebut. Melalui ajang 2nd ICEI 2018, Chisna berpesan kepada mahasiswa ITB agar tidak ragu untuk mengikuti dan mencari pengalaman di konferensi internasional. Kalau pun ada kekhawatir soal pembiayaan, menurut Chisna hal itu bisa ditutupi melalui kerjasama sponsorship dengan banyak perusahaan. Chusna dan tim juga berharap semoga karya dan prestasi mereka dapat menginspirasi mahasiswa ITB lainnya untuk mempublikasikan karyanya ke luar negeri.

Kredit

Bagikan