Satgas Penertiban PKL Kota Bandung harus konsisten tindak PKL yang melanggar
Bandung.merdeka.com - Pemerintah Kota Bandung dinilai belum konsisten dalam menindak keberadaan pedagang kaki lima (PKL). Akibatnya, dalam beberapa tahun terakhir terus bermunculan PKL, termasuk PKL bermobil atau sering disebut moko (mobil toko).
Hal ini diungkapkan mantan wakil wali kota Bandung periode 2008-2013, Ayi Vivananda terkait maraknya moko di jalanan Kota Bandung.
Dia mengatakan, kebijakan yang dilakukan Pemerintah Kota Bandung saat ini terkesan tebang pilih karena hanya menindak PKL konvensional yang menggunakan roda di atas lapak-lapak kecil.
Padahal, lanjut dia, PKL konvensional maupun moko sama-sama telah melanggar ketertiban bahkan hingga membuat kemacetan. "Mereka sama, merampas hak-hak warga," kata Ayi di Bandung, Jumat (8/6).
Ayi pun mengkritisi langkah Satuan Tugas Penertiban PKL Kota Bandung yang dipimpin Oded M. Danial, karena tidak maksimal dalam mengatur keberadaan pekerja informal itu. Selain tebang pilih, menurutnya tim tersebut tidak jelas dalam mendata dan menentukan lokasi-lokasi mana saja yang boleh dipergunakan PKL.
"Pemerintah harus mendata PKL agar nantinya bisa ditempatkan pada lokasi yang sesuai. Jika dibiarkan, akan semakin massif. Satu sisi PKL dari kalangan tidak mampu dikejar-kejar, di sisi lain yang pakai mobil dibiarkan. Padahal sama-sama melanggar," katanya.
Lebih lanjut, Ayi merasa perihatin jika adanya keistimewaan yang diberikan kepada PKL yang bermobil. Ini seiring mulai ramainya sebutan pelaku ekonomi kreatif bagi pegiat moko tersebut. "Jangan sampai PKL yang menggunakan mobil disebut pelaku ekonomi kreatif baru," ucapnya.
Selain itu, menurutnya hal inipun tidak tepat karena orang di balik keberadaan moko berasal dari kalangan mampu. "Muncul PKL dari kalangan mampu, karena memakai mobil. Ini satu fenomena yang harus kita kaji," katanya.