Tak hanya kritis, ketua Komisi VIII DPR nilai mahasiswa Unpas inovatif
Bandung.merdeka.com - Ketua Komisi VIII DPR-RI yang membidangi sosial dan agama, M. Ali Taher mengatakan, pada kegiatan 'Sosialisasi Empat Pilar' yang diselenggarakan di Universitas Pasundan, Jalan Lengkong Besar, rupanya mampu memperlihatkan bila para mahasiswa di sini tidak hanya kritis namun inovatif.
Dari pemaparan yang dilakukan oleh Ali, rupanya tanggapan dari para mahasiswa mampu membuatnya berdecak kagum. Tidak hanya mengkritisi mengenai banyak hal di Tanah Air, kata Ali, rupanya para mahasiswa ini juga aktif memberikan gagasan-gagasan kreatif.
"Seperti tadi terlihat ya, banyak sekali gagasan saya dapatkan dari para mahasiswa sini. Mulai dari masalah ideologi, hingga banyak hal. Rupanya tidak hanya kritis, mahasiswa di sini juga inovatif," ujar Ali kepada Merdeka Bandung saat ditemui di Universitas Pasundan, Jalan Lengkong Besar, Senin (9/4).
Saat disinggung mengenai perihal apa hal inovatif yang membuatnya terkesima, Ali menuturkannya banyak. Hanya saja, ia tidak bisa memperinci apa saja hal tersebut. Namun yang jelas, kata dia, mahasiswa kini semakin paham mengenai idelogi pancasila.
Kegiatan sosialisasi empat pilar yang secara rutin dilakukan oleh MPR RI ini dinilai merupakan kegiatan positif dan sangat penting.
"Tentunya kegiatan ini sangat penting, kenapa? Perihal konfigurasi politik saat ini menunjukkan ada dinamika yang menuju pada perpecahan bangsa. Faktanya tidak bisa dibantah. Oleh karena itu MPR RI memilki kesadaran konstitusional sesuai dengan tugas pokok dan fungsi MPR maka mau kembalikan itu kepada rel yang benar," jelas dia.
Ditanya perihal caranya, lanjut Ali, yakni membangun kesadaran mengenai ideologi pancasila, konstitusi, kedaulatan negara, serta keragaman.
"Ya tentu caranya membangun kesadaran tentang ideologi pancasila, konstitusi, kedaulatan negara, dan keragaman. Tanpa itu generasi muda masa datang akan mengalami degradasi yang sangat luar biasa. Itu sangat disadari betul oleh MPR. Apalagi ada lima prinisp mengancam Indonesia dalam konteks kehidupan bernegara," paparnya.
Lima prinsip tersebut, kata Ali, di antaranya adalah pandangan keagaman yang sempit. Contohnya adalah cara pandang yang menyalahkan orang lain, hobi memuji diri sendiri, serta mengkafir orang lain.
"Itu problem tentu saja. Pandangan keagamaan ini sangat sempit. Ada lagi unsur kedaerahan sekarang begitu menonjol dengan hukum yang tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas, sentimen golongan mulai muncul," katanya.