Program Digital Amoeba kian berkembang setelah setahun berjalan

user
Endang Saputra 01 Maret 2018, 15:12 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Meski mengalami penurunan jumlah startup, Program corporate innovation lab PT Telkom Indonesia, Digital Amoeba kini kian tajam setelah setahun berjalan. Hal ini ditandai dengan mulai diserapnya aplikasi oleh unit kerja BUMN Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) tersebut.

CEO Digital Amoeba Fauzan Feisal mengatakan, dari 60 rintisan usaha peserta saat program dimulai Januari 2017, tersisa saat ini 17 perusahaan siap beroperasi dengan beberapa di antaranya sudah digunakan Telkom Group. Rintisan yang masih bertahan antara lain Usight, SmartEye, Kiwari, Emago, Geekpro, Ketitik, Open Trip, Helio, KitaIna, Pometera, Pasarkoe, dan lainnya.

"Bagi kami, tidak ada istilah kegagalan dengan berkurangnya jumlah start up internal. Justru program ini membuka mata dan wawasan semua divisi tentang bagaimana membangun bisnis digital, bagaimana bertransformasi dari perusahaan telekomunikasi jadi perusahan digital," ujar Fauzan dalam keterangan pers yang diterima Merdeka Bandung, Kamis (1/3).

Di sisi lain, sambung dia, aplikasi yang sudah digunakan antara lain Zoomin yang sudah digunakan oleh enam hingga delapan Wilayah Usaha Telekomunikasi (Witel) yakni aplikasi pemberian poin apresiasi pada teknisi Telkom yang memperbaiki sarana TIK kepada pelanggan.

Kemudian ada Arkademia, yakni aplikasi pembelajaran yang sudah digunakan Telkom Corporate University (Corpu) serta aplikasi Ketitik yang digunakan oleh Divisi Goverment Service PT Telkom yang fokus pada layanan TIK pemerintahan.

Menurut dia, sisa dari 17 produk lainnya juga siap bersinergi dengan Telkom Group maupun umum sekalipun tak seluruhnya dibuat dalam upaya membuat mesin keuntungan baru, tapi banyak juga yang bersifat menekan pengeluaran secara sistematis.

Fauzan mengatakan, keberhasilan lain tergambar dari kehadiran 30 internal startup baru pada hajatan corporate innovatiob lab tersebut. Sebagian dari mereka adalah founder yang sebelumnya tidak lanjut dikarenakan kendala aspek teknis maupun non teknis.

"Beberapa masih terus ingin berinovasi, kemudian masuk start up lain sehingga pengalamannya sangat membantu. Di Digital Amoeba ini sih bukan sebuah kegagalan, tapi proses belajar yang harus disyukuri dan malah dirayakan," kata dia.

Hal tersebut dikarenakan para punggawa terlibat pun harapan potensial perusahaan ke depannya. Yakni 80 persen founder dari Digital Amoeba berasal dari generasi Y dan milineal sementara sisanya X gen (kelahiran tahun 70-an), bahkan ada yang nyaris pensiun.

"Dia bilang saya ingin pensiun dengan dikenang kalau opa-nya dulu pernah bikin inovasi lho. Jadi, budaya belajar dengan berinovasi ini tinggi di perusahaan kami," ucapnya.

Fauzan mengatakan, secara proses, para pihak yang terlibat langsung atau tidak juga mengetahui esensi bisnis digital. Terutama tentang validasi ide, produk, dan owner, yang seluruhnya ini relatif baru dalam skema bisnis reguler PT Telkom.

"Semua jadi mengetahui arti penting sebuah layanan itu target konsumer mau pakai atau tidak, ide produk bagusnya sudah jadi melayani pasar atau tidak, serta belajar bagaimana mental seorang founder yang jangan ogah-ogahan," kata dia.

Secara simultan, sambung dia, Divisi Human Capital Management (HCM) pun bisa dengan cepat mengetahui potensi sumber daya manusia yang bisa diandalkan sekaligus bisa bersinergi dengan unit lain dalam membesarkan bisnis digital tersebut.

Sebelumnya pada akhir tahun lalu, Fauzan Feisal mengatakan, agar sistem inovasi dalam program Digital Amoeba lebih tangguh, maka program dibuat enam batch selama satu tahun. Dalam satu batch tersebut, maksimum ada 15 tim.

Tim itu normal inovasinya satu tahun, ada dua batch. Tetapi kalau ingin buat sistem tangguh, maka harus perbanyak batch. Dengan target tersebut, dalam satu tahun maksimum 90 tim bergabung dalam Digital Amoeba.

Inovasi para startup terseut berkisar pada new product and service serta inovasi operasi bisnis. Untuk new product service, para startup menghasilkan produk baru yang bisa dijual Telkom. Sedangkan inovasi operasi bisnis membuat aplikasi untuk meningkatkan kinerja para teknisi Telkom.

Inovasi lainnya yang dikembangkan startup Digital Amoeba adalah pemantau perangkat. Selama ini, pegawai yang bertugas memantau perangkat harus manual memonitor sejumlah layar karena masing-masing perangkat berbeda vendor. Dengan alat yang dihasilkan startup Amoeba, monitor dapat dilakukan dalam satu layar.

Fauzan menambahkan, untuk tahapan startup Amoeba hampir mirip dengan Indigo, melalui customer validation, product validation, business model validation, dan market validation.

"Tetapi ini masih kami review. Kami ingin prosesnya lebih lean (ramping, red). Misalnya baru 20 persen bisa langsung launching," tuturnya.

Ke depannya, PT Telkom akan disaring menjadi 15 startup terbaik yang akan diberikan injeksi modal, proses inkubasi, bahkan tak menutup kemungkinan menjadi anak perusahaan tersendiri.

Kredit

Bagikan