Agar tetap laris, semua sektor usaha kini harus online

user
Farah Fuadona 20 Desember 2017, 12:31 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Pergeseran tren berbelanja online kini semakin meningkat. Pada beberapa sektor seperti fashion dan kuliner tren tersebut terbilang tinggi. Hal tersebut teejadi lantaran pergeseran gaya hidup, dari belanja konvensional menuju digital. Mau tak mau kini agar usaha tetap laris para pelaku usaha harus merambah dunia online.

Menurut hasil survei terbaru Lembaga Riset Telematika Sharing Vision menunjukkan, penurunan daya beli masyarakat bukanlah penyebab bergugurannya ritel di Indonesia. Seperti halnya tren global, pelemahan ritel khususnya yang bergerak di sektor fashion, disebabkan adanya pergeseran gaya hidup, dari belanja konvensional menuju digital.

Chief Sharing Vision, Dimitri Mahayana mengatakan, jika tak mengikuti tren saat ini, mampu diprediksi bahwa tahun depan jumlah ritel fashion yang berguguran di Indonesia akan semakin banyak seiring dengan semakin tingginya penetrasi e-commerce.

"Ya mau tidak mau, suka tidak suka, semua sektor usaha harus go online, mengikuti tren era ekonomi digital. Susah kalau tidak begitu karena memang bukan daya belinya yang menurun, melainkan cara belanjanya yang bergeser dari konvensional menjadi online," ujar Dimitri kepada Merdeka Bandung saat ditemui dalam acara 'Bandung Year End Conference di The Trans Luxury Hotel', Selasa (19/12).

Kata dia, hasil survey yang dilakukan oleh Sharing Vision menunjukkan bahwa tren tersebut mengalami pergeseranz

"Tentu saja ini terkonfirmasi dari hasil survey terbaru Sharing Vision pada Oktober-November tahun ini terhadap 808 responden yang pernah berbelanja online. Survey dilakukan di sejumlah kota besar," jelas dia.

Berdasarkan hasil survey tersebut, pergeseran pola belanja masyarakat dari konvensional ke digital (online) bervariasi untuk setiap kategori produk, mulai dari 3 persen sampai 60 persen. Untuk tiket pesawat, kereta api, dan sarana transportasi lain, menurut Dimitri, pergeserannya sudah mencapai 80 persen hingga 90 persen.

Dilanjutkan dengan adanya pergeseran transaksi pulsa dan token prabayar ke online sebesar 60 persen, makanan dan minuman 33 persen, buku, hobi, dan koleksi 32 persen, kosmetik dan alat kecantikan 24 persen, handphone 16 persen, laptop 12 persen, alat elektronik 5 persen serta groceries 3 persen. Sementara untuk produk fesyen dan mode, pergeserannya sebesar 22 persen.

"Hasil survey menunjukkan, nominal transaksi per kategori yang mereka lakukan dalam tiga bulan terakhir di toko online dan yang biasa mereka habiskan sebelumnya di toko offline mirip. Berarti ada transaksi yang hilang di toko offline. Tidak heran jika tutuplah beberapa toko fisik," tuturnya.

Ia memastikan, ke depan tren pergeseran tersebut akan semakin besar. Dengan kondisi tersebut, tahun depan iklim usaha konvensional yang tidak mengadopsi online akan semakim berat. Ritel di sektor fesyen dipastikan akan semakin banyak yang tutup, mengingat saat ini pergeseran transaksinya sudah mencapai 22 persen.

Pertumbuhan e-commerce di Indonesia akan sangat pesat


Jumlah e-commerce di Indonesia saat ini memang tak terlalu banyak. Namun, dengan sederet kemudahan yang ada akan membuat pertumbuhan e-commerce sangat pesat pada tahun yang akan datang.

Chief Sharing Vision, Dimitri Mahayana mengatakan, saat ini pertumbuhan e-commerce di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan rata-rata global. Kontribusinya, e-commerce terhadap seluruh sektor perdagangan baru mencapai dua hingga tiga persen. Tahun depan akan naik menjadi lima persen.

"Potensi e-commerce di Indonesia tumbuh 39,6 persen per tahun. Tahun ini transaksinya diprediksi mencapai Rp 561,8 triliun dan diperkirakan akan menyentuh Rp 1.500 triliun pada 2020," ujar Dimitri kepada Merdeka Bandung saat ditemui dalam acara 'Bandung Year End Conference di The Trans Luxury Hotel', Selasa (19/12).

Tingginya potensi pertumbuhan e-commerce, menurut dia, juga karena hingga saat ini Gojek sebagai salah motor penggerak akselerasi belanja online, belum masuk ke sejumlah kota besar di Indonesia. Ia mengaku yakin, jika Gojek sudah masuk, pertumbuhan e-commerce di Indonesia akan semakin meroket.

Namun, Dimitri memastikan, boomingnya tren belanja online tidak akan mematikan bisnis konvensional. Kedua sektor bisnis tersebut akan saling melengkapi dan akan mencapai kesetimbangan dengan prediksi kontribusi masing-masing mencapai 50 persen.

"Itu juga masih butuh waktu. Untuk fesyen misalnya, e-commerce fesyen memerlukan waktu sekitar tiga sampai lima tahun lagi untuk mencapai kontribusi 50 persen. Selain karena penetrasi internet yang belum merata ke seluruh wilayah Indonesia, sebagian masyarakat juga masih sulit melepaskan kebiasaan belanja konvensional," papar Dimitri.

Ia menilai, kondisi ini jangan dilihat dari sisi negatif. Boomingnya online justru harus dilihat sebagai peluang oleh seluruh pelaku ekonomi, baik UMKM maupun pelaku usaha besar.

Kredit

Bagikan