Islah angkutan daring dan konvensional di Cirebon bakal diadopsi di Bandung Raya
Bandung.merdeka.com - Kisruh transportasi online dan konvensional di kawasan Bandung Raya belum juga ada titik temu. ‎Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar mengaku, tertarik dengan islah angkutan daring dan konvensional di Cirebon yang kini bisa berjalan beriringan.
Demiz, sapaan akrabnya, menyebut bisa saja pola transportasi dua model berbeda di Kota Cirebon diadopsi di daerah lainnya, khususnya Bandung Raya yang masih terjadi kisruh.
"Ini Bandung Raya-kan ya. Sementara Cirebon sudah ada kesepakatan. Saya sudah minta Kadishub Jabar (belajar) pola kerja sama yang dilakukan seperti apa. Sehingga bisa direplikasi sambil menunggu peraturan Pusat yang disahkan. Saya kira ini penting, karena ini jangan berlarut-larut menciptakan konflik antara online dan konvensional," kata Demiz, di Bandung, Senin (16/10).
Dia mengatakan, replikasi penting dilakukan untuk mengakhiri konlfik antaran angkutan konvensional dan online. Ini juga dilakukan untuk meredam situasi sambil menunggu disahkannya regulasi yang jelas dari pemerintah pusat tentang kepastian pemerintah pusat merevisi Permenhub nomor 26/2017 soal kelegalan transportasi online.
‎"Barangkali nanti (Cirebon) bisa diterapkan sambil menunggu yang diterapkan pemerintah," terangnya.
Dia menambahkan, Pemprov Jabar sendiri tidak pernah melakukan pelarangan langsung tentang beroperasinya taksi online. Yang ada hanya imbauan. Himbauan sementara itu dibutuhkan untuk menunggu kepastian Pemerintah pusat merevisi Permenhub nomor 26/2017 tersebut.
"Kemarin itu muncul tiba-tiba dilarang. Itu taksi konvensional mogok makannya yang online diminta diberhentikan sementara. Jangan mogok semua konvensional. Kalau mogok semua lumpuh dong," terangnya.
Sementara itu‎, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jawa Barat, Dedi Taufik menyatakan sejauh ini pihaknya tidak pernah melakukan pelarangan karena tidak dalam kapasitas tersebut. Pihaknya kini dalam posisi menunggu akan regulasi yang mengatur hadirnya transportasi masa kini.
"Kita sosialisasi, kita nunggu aturan dari pemerintah pusat, besok kita rapat di pusat, gitu aja. Ya kan kita himbauan, himbauan kan bukan kaidah hukum. Sekarang siapa, ada surat edaran dari saya? Enggak ada," tandasnya.
Dedi menilai, dengan adanya himbauan tersebut jangan sampai dikonotasikan menyudutkan dan tak menguntungkan bagi transportasi online. Sebab seluruh polemik yang terjadi kewenangannya kini berada dalam kendali Pemerintah pusat.
"Kan himbauan. Anda jangan balikin dulu kalimatnya, kejelasan tadi udah, ini kewenangan pusat, bukan kewenangan Pemerintah daerah," tambahnya.