Didakwa melanggar UU ITE, Buni Yani dituntut dua tahun penjara

user
Mohammad Taufik 03 Oktober 2017, 18:47 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Buni Yani dituntut dua tahun bui oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Jabar. Terdakwa kasus pelanggaran Undang-Undang ITE tersebut dinilai terbukti melanggar dengan melawan hukum terkait ITE.

Pria berkaca mata tersebut dinilai JPU sah dan meyakinkan menambah mengurangi menghilangkan slot informasi elektronik dan atau dokumen orang lain atau milik publik‎.

Sidang dengan agenda mendengarkan tuntutan terhadap terdakwa Buni Yani kembali digelar di Gedung Balai Perpustakaan dan Arsip Daerah, Jalan Seram, Kota Bandung, Selasa (3/10).

"Menuntut Majelis Hakim agar menjatuhkan hukuman pidana penjara dua tahun denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan," kata JPU Ahmad Hadadi dalam sidang. JPU meyebut Buni Yani melanggar Pasal 32 ayat 1 junto Pasal 48 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Dalam pertimbangannya, untuk hal meringankan Buni Yani belum pernah dihukum. Untuk hal memberatkan, perbuatan terdakwa bisa menyebabkan perpecahan antarumat beragama. Ini bisa dilihat dari polemik surat Al-Maidah 51 yang mengantarkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dibui.

Buni Yani juga dianggap berbelit-belit dalam memberikan keterangan. "Dan sebagai dosen, tidak memberikan contoh yang baik bagi masyarakat. Selama di persidangan, terdakwa tidak sopan," ujarnya.

‎Dalam dakwaan sebelumnya, Buni Yani memang dianggap mengubah, merusak, menyembunyikan informasi eletronik milik orang lain maupun publik berupa video pidato mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.

Video rekaman yang beredar di media sosial Youtube Pemrov DKI Jakarta, didownload terdakwa pada Kamis, 6 Oktober 2016. JPU menyebutkan Buni Yani sengaja memangkas durasi video tersebut secara signifikan menjadi berdurasi 30 detik yang dimulai dari menit ke 24 sampai ke 25.

"Selanjutnya terdakwa mengunggah video tersebut di akun Facebook terdakwa dan mempostingnya di laman dinding (wall)," katanya.

Video itu berisikan ucapan Ahok, 'Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu gak bisa pilih saya, ya kan dibohongi pakai surat Al Maidah 51 macem-macem itu, itu hak bapak ibu, yah, jadi kalau bapak ibu perasaan gak bisa pilih saya karena saya takut masuk neraka karena dibodohin gitu ya,'.

Ketua Majelis Hakim M Saptono ‎memberikan kesempatan kepada pihak Buni Yani untuk menetapkan hari untuk menyampaikan pembelaan alias pledoi. Menanggapi pertanyaan hakim, Buni Yani memohon agar diberikan waktu selama dua pekan untuk mengumpulkan dan menyusun data-data yang akan disampaikan dalam pledoi.

"‎Saya merasa tuntutan JPU tadi berat sekali. Maka kami banyak memerlukan waktu yang cukup," katanya.

Permintaan Buni Yani dikabulkan Majelis Hakim. Sidang dilanjutkan 17 Oktober 2017 dengan agenda pembacaan pledoi.

Kredit

Bagikan