Hadirkan keuntungan fantastis buat layanan transportasi daring diminati

user
Mohammad Taufik 14 September 2017, 08:53 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Kehadiran transportasi daring dewasa ini begitu dimanfaatkan oleh para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia. Bagaimana tidak? Kehadiran transportasi daring ini begitu luar biasa memberikan keuntungan bagi pelaku usaha yang memanfaatkan dunia maya.

Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision Bandung, Dimitri Mahayana mengatakan, geliat ekonomi digital yang tengah dinikmati banyak pelaku UKM di Indonesia perlu diimbangi penggunaan aplikasi akuntansi berbasis teknologi informasi komunikasi (TIK).

"Demam ekonomi digital terutama dari transportasi daring, telah menciptakan  Banyak ungkitan bisnis pada UKM di sejumlah kota tanah air," ujar Dimitri kepada Merdeka Bandung, Selasa (12/9).

Ia memberikan contoh salah satu pelaku usaha yang meraup banyak keuntungan dari kehadiran transportasi daring ini. Yakni Martabak Andir di Bandung. Martabak legendaris itu berhasil mendapatkan omzet hingga jutaan rupiah hanya dengan orderan transportasi daring setiap harinya.

"Omzet penjualan via Go-Pay saja mencapai Rp 3 juta hingga Rp 4 juta per hari, karena konsumen akan membayar lebih murah antara Rp 8 ribu sampai Rp 12 ribu daripada bayar konvensional. Warung Sate Solo Pak Min di Kiaracondong, juga kerap peroleh order tambahan bahkan dari Cibiru berjarak sembilan kilometer setelah jadi mitra Go Food tiga bulan silam," jelasnya.

Survey Digital Trend 2017 dari Sharing Vision pada awal tahun ini juga menunjukkan, 20 persen dari total 160 responden pernah memesan akomodasi skala UKM melalui Airbnb, sehingga transaksi ekonomi digital tak hanya terjadi di bidang kuliner.

Akan tetapi, sambung Dimitri, belum banyak UKM yang terlibat dalam bisnis aplikasi digital tersebut memutakhirkan sistem informasi akutansi perusahaannya. Hal ini terlihat dari Survey IT UKM 2017 dari Sharing Vision pada pertengahan tahun ini.

"Sebagian besar atau 56 persen hanya menetapkan anggaran TIK sebesar satu hingga dua persen dari total pendapatan. Sebanyak 36 persen dari UKM juga tidak memiliki staf khusus IT, 47 persen UKM mengeluarkan biaya TIK kurang dari Rp 300 ribu per bulan, tapi itu hanya untuk koneksi data," terang dia.

UKM sendiri sebenarnya menyadari pentingnya akutansi berbasis TIK, karena yang menggunakan pencatatan manual, 32 persen diantaranya menghadapi kendala ketika berhadapan jumlah transaksi banyak. Ke depannya, 74 persen responden menyatakan minat menggunakan aplikasi.

Kredit

Bagikan