Jumlah akuntan profesional di Indonesia minim

user
Mohammad Taufik 21 Juli 2017, 14:32 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Rektor Universitas Widyatama Islahuzzaman mengatakan, jumlah akuntan profesional di Indonesia terbilang minim. Untuk jumlah secara spesifiknya saja tidak mencapai 70 ribu akuntan di seluruh Indonesia.

Minimnya jumlah akuntan profesional ini tidak diikuti dengan pesatnya pertumbuhan perusahaan khususnya di perkotaan pada saat sekarang ini.

Bila bicara jumlah ideal akuntan profesional yang ada sekarang ini seharusnya ada minimal satu persen dari total karyawan. "Namun nyatanya angka tersebut tak bisa terpenuhi," kata Islahuzzaman saat ditemui dalam acara Seminar Nasional Akuntansi dan Bisnis (SNAB-2) 2017 di Universitas Widyatama, kemarin.

Islah menjelaskan, setiap perusahaan seharusnya memiliki auditor internal. Asosiasi Auditor Internal (AAI) mengharapkan tenaga auditor internal ini idealnya sekitar 0,5 hingga 1,5 persen dari kekuatan sumber daya manusia perusahaan.

Sementara itu, Seksi Pengembangan Profesi AAI Nuryantoro menjelaskan perihal kebutuhan akuntan profesional dimana seorang auditor internal tak hanya sekadar melakukan audit di suatu perusahaan.

Namun, lanjutnya, tenaga mereka pun diberikan untuk melakukan konsultasi dan memiliki kemampuan manajemen risiko sebagai fokus kerja.

"Perusahaan saat ini bukan hanya butuh tenaga akuntan publik tetapi juga harus ada tenaga auditor internal yang memiliki sertifikasi PIA (Professional Internal Auditor). Idealnya, setiap perusahaan itu harus memiliki 0,5 hingga 1,5 persen dari kekuatan," kata Nuryantoro.

UMKM butuh akuntan profesional

Guna meningkatkan keberlangsungan dan kualitas hadirnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), kehadiran tenaga ahli yakni akuntan profesional juga sangat dibutuhkan. Namun, kenyataannya maraknya pelaku UMKM tidak diiringi tenaga akuntan profesional.

Islahuzzaman menambahkan, kehadiran akuntan profesional ini sangat dibutuhkan karena keterampilan manajemen keuangan yang sangat dibutuhkan untuk mengetahui kondisi laba atau rugi usaha yang dijalankan.

"Pelaku UMKM sekarang itu relatif kesulitan mendapatkan akses bantuan yang dikucurkan lembaga perbankan atau pemerintah daerah setempat. Makanya dibutuhkan akuntan profesional," ujarnya.

Dengan adanya laporan keuangan, kata dia, merupakan alat analisis lembaga perbankan memberikan bantuan.

"Selama ini, UMKM sulit mendapatkan bantuan permodalan. Ini karena mereka mayoritas tidak mampu membuat laporan keuangan. Padahal, laporan keuangan itu sebuah alat analisis yang mutlak ada," ujarnya.

Yang disayangkan dari keberlangsungan UMKM saat ini, lanjutnya, pelaku UMKM hanya mengandalkan naluri dalam berbisnis. Bahkan, tak sedikit diantara pelaku UMKM itu tidak mengetahui apakah bisnis yang dijalankan menguntungkan atau merugikan.

Kredit

Bagikan