Buruh masih merasa jadi mesin yang dibayar murah
Bandung.merdeka.com - Ketua DPD LEM Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jabar Muhamad Sidarta mengatakan, pada peringatan Hari Pekerja Indonesia nyatanya para buruh masih banyak bekerja secara tak layak. Bahkan, buruh seringkali dianggap sebagai mesin yang bisa dibayar dengan sangat murah.
"Miris ya, buruh dianggap mesin. Dibayar murah tapi kerjanya luar biasa," ujar Sidarta kepada Merdeka Bandung saat ditemui pada peringatan Hari Pekerja Indonesia dan Hari Ulang Tahun SPSI ke-44, Minggu (26/2).
Pada Hari Pekerja Indonesia dan Hari Ulang Tahun SPSI Ke-44 sudah seharusnya diperingati bersama. Menurut dia, 20 Februari 1973 adalah tonggak sejarah hari lahirnya SPSI yang tergabung di dalamnya, terdiri dari 21 Federasi Serikat Pekerja dari berbagai sektor industri untuk meneguhkan hati, semangat dan soliditas perjuangan kaum pekerja atau buruh.
"Maksud dan tujuan peringatan Hari Pekerja Indonesia dan Hari Ulang Tahun SPSI Ke-44 ini adalah sebagai ajang silaturrami, komunikasi, konsolidasi dan evaluasi perjuangan organisasi untuk meneruskan perjuangan para pejuang kaum pekerja atau buruh terdahulu yang belum tercapai, harus bisa kita wujudkan bersama yaitu kepastian kerja, upah dan hari tua," katanya.
Buruh, kata Sidarta, merupakan bagian dari potensi bangsa, mempunyai posisi dan peran penting serta strategis sebagai pelaku aktif pembangunan ekonomi nasional, khususnya sebagai sumber daya manusia yang menjadi tulang punggung dan motor penggerak peningkatan ekonomi negara.
Mestinya hubungan industrial dapat menjadi pilar pembangunan ekonomi regional dan nasional yang mampu memberi keuntungan bagi pelaku usaha, mensejahterakan kaum pekerja atau buruh dan seluruh rakyat serta kejayaan bangsa dan negara.
"Faktanya sampai saat ini pekerja atau buruh, sebagai faktor utama produksi belum mendapatkan prioritas yang perlu diperhatikan dan seakan hanya sebagai pelengkap yang bisa di on off kan kapan saja seperti mesin dan dibayar murah," ujarnya.