Pria ini rela jual mobil demi dagang kaos di Amerika

user
Mohammad Taufik 16 Januari 2017, 10:55 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Demi bisa berdagang kaos di Amerika, Adhidharma Sudradjat Kartanegara atau lebih dikenal dengan nama Digong rela menjual mobil kesayangannya sebagai modal untuk keberangkatannya. Meski sayang, pengorbanan itu harus dilakukan.

Dengan perhitungan dan optimisme besar, Digong, menganggap ini merupakan kesempatan besar dan peluang untuknya bisa masuk pasar internasional. Lewat merek dagang Applecoast Headquarters, Digong berangkat ke Amerika pada 2015 silam untuk mengikuti sebuah acara ternama.

Rupanya, jual mobil saja tidak cukup. Digong mengoreh-ngoreh tabungan hingga akhirnya dalam persiapan satu bulan dirinya mendapatkan dana Rp 100 juta untuk bisa berangkat ke Amerika dan mengikuti sebuah kegiatan pameran bergengsi di Kentucky, Amerika.

Bak gayung bersambut, perjuangan Digong selama sebulan penuh mendapat hasil positif. Usai hajatan, penjualan produknya meningkat pesat. Hanya dalam waktu tiga bulan setengah ia berhasil balik modal.

"Saya sih waktu itu berani saja dulu. Meskipun saya tahu saingan produk-produk di sana juga luar biasa, yang penting berani. Setelah hitung-hitungan, ini sangat menguntungkan untuk saya karena akan dikenal secara mancanegara," kata Digong kepada Merdeka Bandung, Minggu (15/1).

Usai mengikuti acara di Amerika, ia mengaku penjualan meningkat hingga 200 persen. Bahkan, Amerika kini menjadi pasar paling besar untuk produknya. Tak menyangka bila produknya diminati warga asing, Digong kini juga merambah pasar di Asia Tenggara.

"Penjualan di Malaysia saya membanderol harga dengan dollar. Harganya sekitar 30 hingga 38 dollar untuk t-shirt. Untuk Amerika dan Malaysia tentu beda ya produknya karena dari segi ukuran saja pastinya Amerika lebih besar karena postur tubuh orang sana besar-besar dibanding orang Asia," katanya.

Bisa masuk ke pasar Amerika, bagi Digong merupakan sebuah kekuatan. Ini menjadi identitas dari Applecoast Headquarters yang rupanya diminati oleh para bule. Dengan mengusung desain urban street culture, ia bisa menjual produknya hingga Rp 150 juta setiap tahunnya di Amerika.

"Jadi ada satu toko di Amerika yang dalam setahun tiga kali belanja produk saya. Totalnya bisa sampai Rp 150 juta, sistemnya semacam beli putus karena orang bule itu tidak kenal yang namanya sistem bagi hasil atau titip jual," paparnya.

Dari keberaniannya menembus pasar Amerika dengan modal pas-pasan, Digong kini meraih kesuksesan. Yang terpatri di benaknya adalah berani mengambil resiko untuk kesempatan berharga yang mungkin saja tak akan bisa didapatkan dua kali.

Kredit

Bagikan