Emil: Ormas yang hentikan KKR Natal di Sabuga akan ditindak

user
Farah Fuadona 09 Desember 2016, 16:18 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menggelar rapat koordinasi bersama Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), Forum Silaturami Ormas Islam, Kemenag Kota Bandung, Kejaksaan serta kepolisian di Pendopo Kamis (8/12) malam. Rapat ini menindaklanjuti terkait aksi penghentian kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Natal 2016 di Sabuga, Selasa (6/12) lalu.

Dalam rapat tersebut Ridwan mengatakan berdasarkan penelusuran ada pelanggaran yang dilakukan ormas terkait. Dugaan pelanggaran ini pun akan ditindaklanjuti.

Pelanggaran pertama dikatakan Emil adalah melanggar hak beribadah bagi umat beragama. Dua ormas terkait mencoba menghentikan kegiatan kebaktian yang tengah berlangsung. "Kegitan beribadah tidak perlu pakai izin, cukup dengan surat pemberitahuan. Jadi kalau ada yang menyatakan bahwa harus pakai izin-izin itu tidak betul. Di manapun juga harus ditegaskan hak beribadah ini dilindungi undang-undang," ujar Emil kepada wartawan di Trans Hotel, Jalan Gatot Subroto, Kota Bandung, Jumat (9/12).

Emil menegaskan kegiatan ibadah sifatnya cukup dengan surat pemberitahuan kepada kepolisian. Waktu kegiatan pun tidak dibatasi. Kegiatan yang harus didasari surat dua Menteri SKB yang menjadi alasan penghentian KKR tersebut tidak benar. Karena surat rekomendasi tersebut merupakan persyaratan membangun rumah ibadah.

Sehingga kegiatan ibadah di fasilitas umum diperbolehkan karena bukan merupakan rutinitas. Tidak dilarang seperti apa yang disampaikan ormas saat menggelar unjuk rasa penolakan KKR Natal tersebut.

"Jadi kalau dibilang bahwa KKR ini harus di gereja itu kurang tepat. Karena itu insidentil, setahun sekali bukan yang sifatnya rutin. Seperti halnya umat Islam tablig akbar, pengajian, itu kan tidak ada masalah. Tidak selalu harus di masjid dan tidak ada masalah," katanya.

Emil menyebut aksi unjuk rasa sejatinya memang diperbolehkan dalam berdemokrasi. Namun yang disayangkan justru berujung pada masuknya anggota ormas ke ruangan kegiatan ibadah karena ingin membubarkan. "Seburuk-buruknya situasi yang boleh membubarkan adalah aparat kepolisian, sipil itu gak boleh," ujar Emil.

Dia mengatakan akan menelusuri lebih lanjut aksi yang dinilainya sangat diskriminatif tersebut. Jika terbukti maka ormas bisa terkena pelanggaran hukum. "Karena kalau itu terjadi dan diduga ada pelanggaran terkena Pasal 176-175 KUHP yang isinya jika menganggu kenyamanan ketentraman peribadatan yang berizin. Bahkan bikin suara gaduh pun terhadap kegiatan keagamaan yang sudah berizin itu termasuk tindak pidana pelanggaran," katanya.

Ormas yang mengatasnamakan Pembawa Ahlu Sunnah (PAS) dan Dewan Dakwah Islami (DII) akan ditindak sesuai peraturan UU di Perundang-undangan Ormas tahun 2013. Tindakan yang akan diambil Pemkot Bandung adalah dengan menyampaikan surat sebagai bentuk langkah persuasif. "Sebelum melakukan penindakan secara hukum harus dilakukan penindakkan secara persuasif dulu. Dengan mengirim surat kepada ormas-ormas khususnya yang memasuki tempat ibadah," ujar  Emil.

Surat yang akan disampaikan ke ormas meminta membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi aksinya yakni memasuki kegiatan ibadah agama lain dalam rangka menghentikan. Ada konsekuensi lainnya jika ormas yang bersangkutan tidak bersedia menandatangani pernyataan tersebut. Pemkot Bandung akan menindak dengan menempuh upaya lain sebagai bentuk ketegasan.

"Kalau mereka tidak menandatangani maka Pemkot Bandung akan menempuh jalur hukum sesuai dengan perundangan keormasan sesuai dengan KUHP," katanya.


Kredit

Bagikan