Saat Ridwan Kamil curi perhatian mahasiswa Malaysia

user
Mohammad Taufik 23 November 2016, 10:23 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Cerita tentang kepemimpinan Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, ternyata sampai ke Negeri Jiran, Malaysia. Sebanyak tujuh orang mahasiswa Universiti Sains Malaysia datang menemui wali kota di kediamannya, Pendopo Kota Bandung, Selasa (22/11), untuk mengetahui bagaimana Ridwan Kamil memimpin kota kelahirannya.

Ketertarikan para kandidat master tersebut terhadap pria yang akrab disapa Emil ini bermula ketika namanya tercantum dalam media massa ternama di Malaysia dengan topik "Mayor Who Transform Bandung Into A Livable and Lovable City". Mereka yang tengah berada di Bandung dalam rangka menjalani program beasiswa pun memanfaatkan kesempatan tersebut untuk bertemu langsung dengan orang nomor satu di Bandung itu.

Para mahasiswa tersebut menitikberatkan pembahasan kepada praktik-praktik dan strategi pembangunan kota yang berkelanjutan dalam berbagai bidang, mulai dari ekonomi, transportasi, pariwisata, hingga budaya. Emil pun memaparkan satu-satu kebijakan yang ia jalankan di Kota Bandung.

Emil memulai paparannya dengan menjelaskan tentang kondisi alam Bandung yang sejuk dan mendukung aktivitas warganya. Ia mengatakan, cuaca yang sejuk itu membuat warga Bandung lebih sering beraktivitas di luar ruangan.

"Karena sering beraktivitas di luar, maka warga Bandung interaksi sosialnya baik. Oleh karena itu, warga Bandung tumbuh menjadi orang-orang toleran dan ramah," ujar Emil dalam rilis yang diterima Merdeka Bandung, Senin (22/11).

Dengan cuaca yang sejuk pula, Emil mengungkapkan bahwa warga Bandung lebih kontemplatif. Oleh karenanya, banyak muncul gagasan-gagasan kreatif dari hasil kontemplasi tersebut.

"Di sini kami mengedepankan industri kreatif. Kami tidak punya sumber daya alam. Makanya kita fokus ke sana dalam skala industri mikro, kecil, dan menengah," katanya

Dari segi pembangunan ekonomi, Emil mengaku melakukan dua strategi, yakni melindungi usaha kecil dengan program kredit melati dan penghapusan izin usaha. Dengan kedua upaya tersebut, dalam enam bulan pertama hadir 30 ribu usaha baru yang 65 persennya digagas oleh perempuan.

Namun Emil juga tetap mengundang investor-investor skala besar untuk membantu berbagai proyek infrastruktur di kota ini.

Sebagai kota metropolitan, dia melanjutkan, Bandung memiliki satu masalah sama dengan Jakarta dan lainnya, yaitu soal pertambahan kepadatan penduduk. Peningkatan populasi inilah awal mula masalah-masalah kota lainnya.

"Bandung ini didesain untuk populasi 300 ribu orang. Makanya, kota ini mengalami masa keemasannya pada 1920-an dimana Pemerintah Kolonial Belanda menciptakan kota ini sebagai kota dagang dan kota wisata," ujarnya.

Mengantisipasi pertambahan jumlah penduduk lebih banyak lagi, kini ia tengah membangun proyek Bandung Teknopolis yang akan memeratakan kepadatan penduduk di wilayah Bandung Timur.

"Ini untuk mempermudah akses masyarakat terhadap kebutuhannya. Di Bandung teknopolis nantinya akan ada pusat pemerintahan dan sarana swasta sehingga dapat mengurangi dampak mobilitas di Bandung," ujarnya.

Kebijakan itu dirancang untuk masa depan Bandung agar tetap bisa menjadi kota layak untuk ditinggali. "Saya mendesain kota untuk kapasitas empat juta penduduk. Hal itu harus disiapkan mulai dari sekarang," ujarnya memungkasi.

Kredit

Bagikan