Serikat pekerja BUMN minta Jokowi hati-hati soal PP 52 & 53 Tahun 2000

user
Mohammad Taufik 12 November 2016, 14:43 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Strategis meminta Presiden Jokowi untuk lebih berhati-hati dalam hal Rencana Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.

Ketua Umum FSP BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto, mengatakan ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan Presiden sebelum melakukan penandatanganan rancangan revisi kedua PP tersebut.

"Tentu saja, kami meminta Bapak Presiden untuk menunda pengesahan rancangan kedua PP tersebut. Itu karena keduanya dari sisih hukum diduga melanggar ketentuan UU Nomor 36 Tahun1999 tentang Telekomunikasi. Terutama pasal 2 yaitu telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil, dan merata," ujar Wisnu, Sabtu (12/11).

Peraturan tersebut, lanjutnya, diduga melanggar ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terutama Pasal 96 mengenai partisipasi masyarakat. Karenanya, revisi kedua PP ini berisiko cacat prosedur, cacat substansi, dan tidak didukung dasar perhitungan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Wisnu menambahkan, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) tanggal 24 Agustus 2016 di Komisi I DPR dengan Menteri Kominfo Rudiantara ada empat kesimpulan. Pada kesimpulan ke-4 terkait rencana revisi PP 52 dan PP 53 dinyatakan, Komisi I DPR RI akan mengadakan rapat dengan Menkominfo dan Kementerian terkait lainnya perihal perkembangan Revisi PP Nomor 52 dan 53 Tahun 2000 tersebut.

"Sekarang begini saja, apakah Komisi I DPR RI sudah mengadakan rapat dimaksud? Menurut pemantauan kami rapat tersebut belum dilaksanakan. Mestinya proses revisi kedua PP tersebut berjalan sesuai kesepakatan RDP tanggal 24 Agustus 2016 yang lalu. Jadi, jangan ada kesan DPR dilecehkan Pemerintah," ujarnya.

Dia menambahkan, berdasarkan informasi pembahasan revisi, kedua PP ini diduga mengandung unsur penyuapan saat pembahasannya seperti laporan Komite Anti-Pungli dan Suap Indonesia (KAPSI) ke Komisi PemberantasanTindak Pidana Korupsi (KPK) tertanggal 20 Oktober 2016. Karena itulah, Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis meminta Presiden Jokowi berhati-hati.

Wisnu menyarankan pemerintah fokus terlebih dahulu pada penyelesaian pembuatan UU Telekomunikasi yang baru agar dapat diselesaikan tahun 2017. Baru setelah itu, fokus ke revisi PP 52 dan 53 dengan dasar Undang-Undang Telekomunikasi yang baru.

Kredit

Bagikan