Jonan sebut tahun depan teknologi pemantau gunung harus lebih modern

user
Mohammad Taufik 11 November 2016, 14:28 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Perangkat pengukur dan pencatat aktivitas gunung yang ada di Indonesia sudah ketinggalan zaman alias jadul. Padahal 74 pos pengamatan yang tersebar di Indonesia memantau seluruh gunung berstatus aktif.

Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, menyatakan pada 2017 mendatang seluruh alat pemantau berupa seismograf di Indonesia ini akan dimodernisasi.

"Pada 2017 nanti biar dilengkapi dengan teknologi semodern mungkin," kata Jonan usai melakukan kunjungan kerja ke kantor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kota Bandung, Jumat (11/11).

Kepala Badan Geologi, Kepala Badan Geologi Ego Syachrial, menambahkan seluruh alat pemantau gunung yang ada ini merupakan alat keluaran 1980-an. Sebagian alat itupun sudah pada rusak dan tidak ada yang bisa mendeteksi aktivitas vulkanik di cuaca tertentu.

"Alat yang kita punya era 80-an rentan sekali rusak. Contoh Gunung Sinabung tiap hari hujan abu. Sedangkan alat di sana tenaganya pakai sollar cell, kalau pakai abu habis dong powernya. Sehingga enggak ketangkap (aktivitasnya) di sini," terang Ego di tempat sama.

Apa daya jika alat rusak, PVMBG-pun mengirimkan orang langsung ke pos pemantauan. "Sehingga kita kirim orang ke sana untuk membersihkan. Padahal itu daerah rawan erupsi," ujarnya.

Sesuai titah Jonan, PVMBG ingin memperbarui semua alat tersebut dengan yang lebih modern. Alat seismograf yang dinilai bagus biasanya buatan Jepang dan Amerika Serikat.

"Alatnya sudah banyak dijual. Jepang dan Amerika (yang bagus). Baterai cari yang bisa tahan 3 tahun sampai 5 tahun secure. 74 pos pengamatan semuanya kita anggap penting. Walaupun paling tinggi yang (status) awas Gunung Sinabung," ujarnya.

Menurut dia, modernisasi alat pemantau aktivitas gunung sangatlah penting. Alasannya mendasar karena 40 persen warga Indonesia tinggal di daerah rawan bencana. "Kita akan merivatalisasi. Ini berhubungan masyarakat banyak. 40 persen kita tinggal di daerah rawan bencana," ujarnya.

Kredit

Bagikan