Dituntut tidak pakai PP 78, Aher: Kita laksanakan perintah presiden
Bandung.merdeka.com - Beberapa elemen buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Jawa Barat (AJB) meminta pemerintah provinsi tidak menjadikan Peraturan Pemerintah (PP) No 78 tahun 2015 dijadikan acuan untuk pengupahan. Gubernur Jabar Ahmad Heryawan sepertinya tetap memastikan PP No 78 tersebut dijadikan acuan untuk menetapkan upah minimun provinsi (UMP) 2017 mendatang.
Pria yang akrab disapa Aher itu menilai, pemerintah provinsi otomatis akan menjalankan apa yang sudah diperintahkan Presiden Joko Widodo. Adapun formulasi adalah inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan pemerintah, selanjutnya dikali dengan upah tahun lalu. "Itu hitungan praktis. Harus dilaksanakan, karena ditandatangani presiden," kata Aher, di Bandung, Kamis (27/10).
Oleh karena itu, menurutnya buruh jangan memaksakan pemerintah daerah untuk menolak PP tersebut, karena kewenangan untuk memberlakuan/menghapusnya berada di pemerintah pusat. "Kalau ada usulan-usulan untuk mengubah dari serikat buruh pekerja, tentu kami tampung dan akan kami sampaikan ke pusat," ujarnya.
Dia menambahkan, saat ini dewan pengupahan masih dalam proses pembahasan. Pembahasan tersebut melibatkan pengusaha, dan pemprov. Penetapan UMP di Provinsi Jabar ini tergolong baru karena PP 78 2015 mewajibkan pemprov memberlakukan UMP. "Dulu boleh ada, boleh tidak. Di PP (78 2015) baru, harus ada," katanya.
Penetapan UMP ini, lanjutnya, akan menjadi acuan bagi dewan pengupahan kabupaten/kota dalam menetapkan UMK. "Dia (UMP) mengontrok upah terkecil. Jangan ada upah (minimum) di kabupaten/kota yang lebih kecil dari UMP. Itu kan UMP," katanya. Menurutnya, penetapan UMP ini lebih mudah dibanding penetapan UMK. "UMP sederhana. Yang biasa diskusi panjang itu UMK, bukan UMP."
Dia meminta pada seluruh pihak bisa tenang dalam menunggu pembahasan tersebut. "Dulu aturan penghitungan, sekarang ada yang baru (PP 78 2015). Jangan khawatir, urusan menetapkan sudah pada ahli. Kabupaten/kota, provinsi pada ahli," katanya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jabar Fery Sofwan mengatakan, pemerintah pusat melalui Menteri Ketenagakerjaan telah menetapkan inflasi sebesar 3,07 persen dan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,18 persen sebagai formula penghitungan upah minimun. Menurutnya keberadaan UMP ini penting karena menjadi acuan bagi kabupaten/kota dalam menetapkan UMK.
"Ini juga menjadi acuan agar tidak ada perbedaan upah di satu perusahaan yang sama. Contohnya petani di PTPN, masa yang di Karawang Rp 3,3 juta, tapi yang di Ciamis Rp 1,3 juta," katanya.
Pihaknya memastikan UMP akan tuntas dan diserahkan ke Kementerian Ketenagakerjaan tepat waktu. "Nanti 1 November diserahkan ke pusat," ujarnya.