Rita Suwanda, 'kartini' yang kenalkan pencak silat hingga Eropa

Oleh Mohammad Taufik pada 20 April 2016, 15:37 WIB

Bandung.merdeka.com - Guru Besar Mande Muda Internasional, Rita Suwanda, belajar pencak silat sejak umur 14 tahun di perguruan Mande Muda, perguruan pencak silat yang didirikan ayahnya di Jalan Moch Ramdan, Bandung pada 1951.

Waktu itu, pandangan terhadap perempuan masih kolot, tugas perempuan dianggap tak lebih dari dapur, sumur, kasur. Pencak silat adalah milik dan urusan laki-laki. Namun di zaman tabu itulah Rita justru ngotot mempelajari seni bela diri khas Jawa Barat itu.

Awalnya sang ayah, Uyuh Suwanda, melarang putrinya belajar pencak silat. Tapi Rita keras kepala. Sikap keras kepalanya itu kelak mengantarnya meraih gelar Guru Besar Mande Muda Internasional yang berkedudukan Amerika Serikat.

Bertepatan dengan Hari Kartini ini, rencananya ia akan menggelar workshop pencak silat ke negara-negara Eropa dan AS. "Insya Allah 21 April ini saya akan workshop pertama ke Eropa dulu, baru ke AS sampai 13 juni," kata Rita, kepada wartawan di Bandung, baru-baru ini.

Di masa kecilnya, emansipasi wanita belum sesanter saat ini. Begitu juga di Bandung yang belum semetropolitan saat ini.

"Saya latihan pencak silat sejak umur 14 tahun, karena tiap hari di rumah ada latihan silat, jadi saya sering melihat. Pertama saya tida boleh latihan silat oleh bapak. Tahun-tahun itu kan perempuan masih tabu, ini kan permainan bela diri laki-laki," terang ibu tiga anak yang kini berusia 52 tahun itu.

Keseriusan dan keuletan Rita membuat sikap bapaknya melunak. Akhirnya sang bapak mengizinkannya memperdalam pencak silat, mengikuti berbagai kompetisi seni sampai 1976.

Tahun tersebut Rita menikah dengan murid tertua Perguruan Silat Mande Muda, Dadang Gunawan yang kini Ketua Mande Muda Indonesia. Cerita pernikahan Rita juga bernuansa romantisme khas pendekar.

Sebagai pendiri perguruan silat ternama, Uyu Suwanda memiliki banyak murid laki-laki. Ia menggelar semacam sayembara bagi murid-muridnya yang kemampuan pencak silatnya terbaik akan bisa mengawini putrinya. Pemenangnya adalah Dadang Gunawan. "Alhamdulillah sampai sekarang kita sudah hampir 40 tahun berumah tangga," ujar ibu berkerudung ini.

Setelah berkeluarga, Rita tidak mengendurkan minatnya pada pengembangan dan pelestarian pencak silat. Ia aktif mengajar silat di SMA Pasundan 3 Bandung. Tahun 2000 ia melanjutkan kepemimpinan kakaknya, Herman Suwanda, pendiri Mande Muda di Amerika Serikat.

Di bawah kepemimpinan sang kakak, Mande Muda di negeri Paman Sam itu bisa berkembang pesat di 27 negara bagian. Namun kecelakaan tragis menimpanya. Kejadiannya Maret 2000 ketika Herman bersama istri dan tiga muridnya mengendarai mobil di Jerman. Perjalanan mereka di Jerman dalam rangka mengenalkan pencak silat. Namun upaya itu kandas saat kecelakaan maut menewaskan mereka.

Pascatragedi itu, Rita dipanggil para murid di AS untuk melanjutkan kepemimpinan Herman. Meski Mande Muda sudah berkembang pesat, tidak mudah melanjutkan kepemimpinan sang kakak. Rita harus mengembalikan wibawa Mande Muda, juga nama baik Indonesia. Ia harus meyakinkan para murid-murid kakaknya bahwa dirinya kini menjadi guru mereka.

Sementara ia waktu itu 'hanya' perempuan yang tidak dikenal. Rita merasa ada pandangan sebelah mata dari murid-murid kakaknya yang kebanyakan laki-laki dengan postur tinggi besar. "Saat masuk ke area workshop, saya merasa dipandang sebelah mata. Saya merasa sebagai perempuan kecil," kenangnya.

Tetapi prasangka buruk itu ia tepis dengan praktik atau skill pencak silatnya. Setiap memulai latihan, ia selalu meminta muridnya yang paling tinggi besar untuk berduel. "Jadi pada waktu itu saya seperti mempertaruhkan nyawa demi mempertahankan citra keluarga, citra Indonesia," ujarnya.

Dari awal-awal menggantikan kepemimpinan kakaknya, banyak rintangan berat yang harus ia lalui. Kini, Mande Muda Internasional makin eksis. Di bawah kepemimpinan Rita, Mande Muda Internasional berhasil merambah Eropa, Jerman, Prancis, Spanyol dan Belanda, sesuai cita-cita sang kakak.

Tag Terkait