Awalnya sekolah cabang Yogyakarta, kini jadi pusat ilmu seni Bandung

Oleh Mohammad Taufik pada 28 Maret 2016, 10:57 WIB

Bandung.merdeka.com - Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung awalnya hanya sebuah konservatori tari (KORI) cabang Akademi Seni Tari (ASTI) Yogyakarta. Kini sekolah tinggi yang awalnya hanya berstatus cabang tersebut berkembang jadi salah satu sentral ilmu seni kebanggaan Kota Bandung, Jawa Barat.

Sejak 2014, lembaga pendidikan tari KORI menyandang status baru, yakni ISBI Bandung. "Dulu kita jadi cabang Yogyakarta. Atas perjuangan tokoh-tokoh dulu maka kita pun jadi ASTI Bandung," tutur Rektor ISBI Bandung, Een Herdiani, kepada Merdeka Bandung.

Een menuturkan, ASTI Yogyakarta memiliki jurusan kesenian Sunda. Para tokohnya kemudian mendirikan KORI Bandung pada 1968.

Kemudian pada 1971, KORI Bandung berubah menjadi Akademi Seni Tari Indonesia Bandung. Dengan perubahan status ini, ASTI Bandung menjadi di bawah Pemerintah Provinsi Jawa Barat, bukan lagi di bawah ASTI Yogyakarta.

Perkembangan berikutnya, pada 1995 ASTI Bandung berubah menjadi Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung. Perubahan dilakukan mengingat di ASTI Bandung tidak hanya mempelajari seni tari, tapi juga karawitan dan seni peran atau teater.

"Kalau ASTI kan akademi, hanya satu jurusan saja. Tapi dalam perkembangannya tiga jurusan itu dipisahkan jadi STSI Bandung," terang Een.

Perubahan berikutnya terjadi pada 2014 mengingat ilmu seni yang didalami STSI makin bertambah dengan adanya jurusan film, seni rupa dan budaya. STSI pun berubah menjadi ISBI Bandung.

Saat ini, ISBI Bandung menggelar rangkaian acara ulang tahunnya ke-48 ISBI. Een berharap, di ulang tahunnya ke-48 ISBI makin maju, keilmuannya meningkat begitu juga fasilitasnya.

Saat ini jumlah mahasiswa ISBI Bandung tiap angkatannya sebanyak 500-600 orang. Sedangkan total mahasiswa sebanyak 2.000 orang. Sedangkan jumlah peminat seni tari ISBI Bandung tiap tahunnya 160 orang yang diterima 90 orang.

"Dengan bertambahnya usia, semoga ISBI makin dipercaya masyarakat. Kita juga harus meningkatkan bukan hanya skill tetapi juga jurnal atau buku ilmiah tentang kesenian," ujarnya menegaskan.

Tag Terkait